Saat ini investor mengharapkan The Fed akan mulai lebih soft ke depannya
Jakarta (ANTARA) - Analis pasar mata uang Lukman Leong menyatakan aksi profit taking (ambil untung) yang dilakukan investor dengan melepas dolar AS dalam mengantisipasi risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada malam ini, berimbas pada penguatan rupiah.
“Saat ini investor mengharapkan The Fed akan mulai lebih soft ke depannya. Jadi, investor cenderung take profit menghindari risiko apabila The Fed dovish malam ini,” ujar dia ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah mengalami penguatan sebesar 0,39 persen atau 60 poin menjadi Rp15.282 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.342 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Rabu, menunjukkan rupiah menguat ke posisi Rp15.308 dari Rp15.346 per dolar AS.
Sebelumnya, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menduga penguatan rupiah terhadap dolar AS sekadar dalam fase konsolidasi kendati mengalami penguatan pada pembukaan perdagangan sebesar 0,08 persen atau 12 poin menjadi Rp15.330 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.342 per dolar AS.
“Kalau melihat sentimen pasar terhadap aset berisiko pagi ini terlihat masih negatif, indeks saham Asia bergerak melemah, sehingga mungkin penguatan rupiah pagi ini bisa saja sekadar konsolidasi,” ucapnya.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu dibuka turun mengikuti pelemahan bursa saham kawasan Asia dan global. IHSG dibuka melemah 17,22 poin atau 0,25 persen ke posisi 6.897,88. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 4,04 poin atau 0,42 persen ke posisi 962,20.
Lebih lanjut, tekanan terlihat membayangi pergerakan rupiah terhadap dolar AS. Sejak akhir pekan lalu, rupiah disebut bergerak melemah terhadap dolar AS.
“Sebagian data-data ekonomi AS yang membaik, yang terakhir data penjualan ritel bulan Juli 2023 yang dirilis semalam, membangun ekspektasi di pasar bahwa Bank Sentral AS mungkin mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. Data-data ekonomi yang membaik berpotensi mengangkat kembali level inflasi di AS yang sudah mulai menurun,” ucap Ariston.
Pada Selasa (15/8), Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa penjualan ritel tumbuh 0,7 persen pada bulan Juli 2023. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari kenaikan 0,4 persen yang diproyeksikan oleh ekonom Refinitiv dan kenaikan 0,2 persen yang tercatat pada Juni 2023.
Baca juga: Analis: Rupiah melemah karena rilis data ekonomi China mengecewakan
Baca juga: Pengamat duga rupiah menguat terhadap dolar AS sekadar konsolidasi
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023