Jakarta, (ANTARA News) - Kementerian Negara Lingkungan Hidup menyatakan bahwa status kualitas lingkungan hidup di Indonesia pada 2005 menunjukkan degradasi yang parah.Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Rachmat Witoelar, Menteri Negara Lingkungan Hidup (Menneg LH)seusai meluncurkan laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) 2005 di Jakarta, Selasa (27/6)."Degradasi lingkungan Indonesia sudah lanjut sekali terutama degradasi hutan namun kita masih menduduki ranking satu dan dua dalam hal deforestasi. Dari hari ke hari makin menjadi," kata Rachmat.Akibat dari degradasi lingkungan tersebut, kata Menneg LH, Indonesia dihadapkan pada sejumlah bencana alam dan bencana lingkungan mulai dari banjir, tanah longsor hingga merebaknya sejumlah penyakit.Merebaknya berbagai penyakit pada tahun 2005, seperti flu burung, tuberkulosis, polio, diare, infeksi saluran pernafasan akut, malaria, demam berdarah dan anthrax menunjukkan menurunnya daya tahan tubuh masyarakat serta menurunnya kualitas kesehatan lingkungan.Selain mengoptimalkan lembaga-lembaga masyarakat yang ada, menurut Menneg LH, diperlukan upaya pemulihan lingkungan di berbagai wilayah yang rentan terhadap dinamika perubahan lingkungan dan bencana.Sementara itu menurut Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, ketidakmampuan Indonesia untuk melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya bencana mengakibatkan dampak bencana terasa lebih besar.Dalam pidato Menko Kesra yang dibacakan oleh Menneg LH, Aburizal mengatakan bahwa sejak 2003 terjadi 229 bencana di Indonesia dengan kerugian sebesar 17,6 miliar dolar AS pada kurun waktu 1991-2000.Penyebab utama kerusakan lingkungan antara lain adalah rusaknya lingkungan di daerah hulu terutama daerah tangkapan air dan perubahan fungsi daerah resapan air.Pada kesempatan yang sama, Isa Karmisa, Deputi Menneg LH bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas mengatakan ada dua persoalan nasional yang menonjol yang menjadi laporan utama media massa selama 2005 yaitu mengenai krisis bahan bakar minyak dan merebaknya flu burung.Upaya untuk mengatasi krisis energi, kata dia, dilakukan melalui intervensi kebijakan dan program baik di sisi kebutuhan maupun pasokan."Melakukan upaya konservasi energi dilakukan dengan efisiensi dan pemanfaatan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan seperti biodiesel dan biofuel," katanya.Masalah merebaknya sejumlah penyakit menular seperti flu burung kata dia, dapat dikendalikan jika pemerintah dan masyarakat tertib mematuhi pola-pola tata ruang baku, di mana ada jarak minimal antara pemukiman dengan hewan.Dia juga menjelaskan bahwa laporan SLHI 2005 merupakan suatu laporan otentik mengenai kondisi lingkungan Indonesia sepanjang 2005 yang bertujuan untuk memperlihatkan keterkaitan antara manusia dan alam dalam suatu hubungan sebab-akibat.Dalam penyusunan SLHI 2005, Kementerian Negara LH memberikan penghargaan terhadap daerah-daerah yang menyusun laporan terbaik.Dari 68 daerah yang meliputi 14 provinsi, 15 kota dan 39 kabupaten, maka Propinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Utara dan Sumatera Barat merupakan propinsi terbaik.Sedangkan predikat kota terbaik penyusun SLHI 2005 adalah Padang, Samarinda, Bekasi dan Tarakan, sementara itu Kabupaten Ngawi, Badung, Kebumen, Hulu Sungai Selatan, Lembata, Enrekang dan Tasikmalaya merupakan kabupaten terbaik.(*)

Copyright © ANTARA 2006