Kita jangan bersikap reaktif tapi harus konsepsional dan terukur sesuai aturan dan UU yang berlaku
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kapolda Metro Jaya Komjen Polisi (Purn) Noegroho Djajoesman mengatakan pemberantasan preman yang kini kerap didengungkan aparat keamanan, dalam pelaksanaannya harus benar-benar terukur.
"Istilah preman ini sebenarnya tidak ada di dalam Undang-Undang Pidana, hanya semacam trademark yang diberikan oleh masyarakat," kata Noegroho di Jakarta, Kamis.
Orang bertato, berambut gondrong, dan kumal tak serta merta bisa disebut preman, katanya.
"Tato dan rambut gondrong ini sudah jadi seni, kebiasaan. Tapi yang jelas, perilaku dan perbuatan melanggar hukum itulah yang harus ditindak, baik itu di lapisan bawah maupun menengah atas yang juga kita sebut dengan istilah 'preman berdasi'," kata Noegroho.
Dia menyarankan polisi harus hati-hati dalam mengambil langkah-langkah pemberantasan ini. Setiap hari polisi bisa menangkap ratusan bahkan ribuan orang yang diduga preman.
"Tapi berapa orang sih yang bisa diajukan ke pengadilan. Kita jangan bersikap reaktif tapi harus konsepsional dan terukur sesuai aturan dan UU yang berlaku," kata Noegroho.
Noegroho juga mengingatkan masyarakat agar tidak menggunakan hukum rimba. Untuk itu, pemerintah termasuk polisi, harus mensosialisasikan UU dan aturan yang boleh dan tidak boleh kepada rakyat.
"Daripada kita saling tunjuk menunjuk kesalahan, lebih baik kita berbuat untuk kepentingan rakyat," kata Noegroho.
Pewarta: Susylo Asmalyah
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013