Saya mendapat pengalaman hebat di Monza dan itu akan saya bawa ke Silverstone.
Jakarta (ANTARA News) - Setelah memperagakan penampilan amat menjanjikan ketika berada di urutan ke-14 pada Kejuaraan FIA Formula 3 Eropa di Monza, Italia, akhir Maret lalu, Sean Gelael (16) melanjutkan debutnya pada putaran kedua di Sirkuit Silverstone, Inggris, 12-14 April, dengan membawa pengalaman pertamanya ke sirkuit sepanjang 5,890 km itu.
"Saya mendapat pengalaman hebat di Monza dan itu akan saya bawa ke Silverstone. Saya berharap matahari bersinar kali ini. Saya amat ingin berlomba di sirkuit itu. Saya sudah pernah menyaksikan lomba di situ ketika saya masih kecil, tapi saya belum pernah merasakannya," kata Sean Gelael dalam siaran pers dari Inggris, Rabu.
Di antara 30 pebalap berpengalaman dari berbagai benua, Sean berhasil finis dalam tiga lomba (race) di Monza dan yang terbaik di urutan ke-14. Ia berjuang dari urutan ke-27 pada race pertama, kemudian mampu mengatasi lomba di lintasan licin karena hujan pada race kedua dan ketiga.
Seperti halnya di Monza, lintasan Silverstone memendam catatan amat kondang. Lintasan itu dibangun pada 1948 di atas bekas lintasan pesawat pada Perang Dunia II dan menjadi tuan rumah kejuaraan dunia F1 pertama pada 1950, ketika Raja George VI turut menyaksikannya.
Sirkuit itu sudah diperbarui tetapi masih mempertahankan karakternya sebagai lintasan dengan tikungan paling cepat. Di Silverstone, lintasan itu menyambung antara satu tikungan dengan tikungan lainnya, membuat pebalap harus lebih memusatkan perhatian mereka dan seting aerodinamik kendaraan amat kritis dan menjadi perhatian utama.
Anthony "Boyo" Hieatt membangun kendaraan tim Double R Racing yang dikendarai Sean berupa Dallara-Mercedes Formula 3 pada 2005. Hieatt juga merupakan ahli mesin kendaraan Sean, seperti ketika ia mempersiapkan kendaraan pebalap bintang Jenson Button, Narain Karthikeyan, Takuma Sato, KimiRaikkonen dan Bruno Senna - saat mereka masih berkecimping di ajang lomba F3.
"Silverstone merupakan sirkuit dengan tikungan kecepatan tinggi," kata `Boyo`, "karena mereka menyatu satu sama lain sehingga tingkat kecepatan harus diperhatikan."
Monza memiliki karakter lintasan panjang dan "chicane" sempit, jadi berbeda dengan Silverstone dan hal terpenting pada sirkuit berikutnya adalah kecepatan. "Kendaraan melaju dengan "downforce" amat rendah dan itu dapat diatasi dengan memadukan sudut sayap kendaraan," kata `Boyo`.
Sayap pada kendaraan balap berbeda dengan efek sayap pada pesawat. Idenya adalah membuat kendaraan seperti menempel dengan trek - itulah yang disebut dengan "downforce". Di Monza, pemanfaatan "downforce" sedikit tapi di Silverstone, - karena tikungan menyatu satu sama lain - maka amat penting menambah sudut sayap untuk mendapatkan "downforce" yang lebih besar, kata ahli mesin itu.
"Kami melakukan seting `downforce' tingkat tinggi di Silverstone untuk mendapatkan grip yang bagus," jelas Hieatt, "Dengan menggunakan teknologi itu, pebalap dapat melaju di tikungan Copse Corner dengan kecepatan 240 km per jam. Dengan kecepatan 220 km per jam mobil F3 dapat menghasilkan `downforce` antara 550 sampai 575 kilo - melebihi berat kendaraan dan pebalapnya."
Tentang Sean, Hieatt mengatakan, "Ia melakukannya dengan baik dan ada beberapa insiden di depannya ketika di Monza tapi ia mampu mempertahankan konsentrasinya. Ia anak bagus dan memiliki gaya mengendara yang hebat. Segala sesuatu baru baginya, termasuk melaju dengan ban dingin - saya bertaruh ia belum pernah menggunakan itu di Indonesia." (A008/A020)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013