Yogyakarta (ANTARA News) - Awan panas Gunung Merapi sejak dini hari hingga Selasa pagi tidak teramati, akibat terhalang kabut, sementara guguran lava pijar masih terus terjadi puluhan kali mengarah ke hulu Kali Krasak (lereng barat daya) dan Kali Gendol (lereng selatan). Kepala Seksi Gunung Merapi pada Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Drs Subandriyo, Selasa mengatakan dari pukul 00.00 hingga 06.00 WIB secara visual awan panas tidak teramati, tetapi dari hasil rekaman seismograf tercatat terjadi enam kali awan panas. Ia menyebutkan dari Pos Pengamatan Merapi di Kaliurang, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) teramati terjadi guguran lava pijar 25 kali mengarah ke hulu Kali Krasak dengan jarak luncur maksimum tiga kilometer, dan 42 kali ke hulu Kali Gendol sejauh maksimum satu kilometer. Sementara itu, rekaman seismograf mencatat gempa fase banyak atau multiphase (MP) dua kali, gempa guguran 96 kali, gempa tektonik dua kali dan awan panas enam kali. Tidak terjadi gempa vulkanik. Dikatakannya secara umum aktivitas vulkanik Merapi masih tinggi seperti ditunjukkan dari data kegempaan. Kegempaan didominasi gempa guguran lava pijar. Dari pengamatan visual asap solfatara berwarna putih tebal dengan tekanan lemah, tinggi asap sekitar 600 meter dari puncak gunung teramati dari Pos Merapi di Ngepos (Magelang Jawa Tengah) pada pukul 05.40 WIB, ujarnya. Dengan status aktivitas yang masih 'awas', BPPTK merekomendasikan agar wilayah di sepanjang alur Kali Krasak, Bebeng, Bedog, Boyong dan Kali Gendol dalam radius delapan kilometer dari puncak Merapi dan 300 meter dari tebing sungai tetap dikosongkan, karena masih berpotensi terancam awan panas. Semua kegiatan masyarakat terutama penambangan pasir di sungai, bertani, berkebun dan beternak pada radius itu juga dilarang. Begitu pula pendakian ke puncak gunung ini, masih dilarang. (*)
Copyright © ANTARA 2006