"Membuang sampah pada tempatnya saja untuk saat ini tidaklah cukup," kata Direktur Climate and Market Transformation WWF, Irfan Bakhtiar di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Dosen UGM atasi masalah sampah melalui sekolah ekonomi sirkular
Dia menyebutkan beberapa perilaku, seperti tidak menggunakan plastik sekali pakai serta mendaur ulang plastik untuk digunakan kembali merupakan contoh perilaku yang dapat diterapkan oleh masyarakat.
"Ada banyak hal, sederhana sebetulnya, tidak rumit. Mungkin bukan karena tidak paham, tapi karena tidak peduli," kata Irfan.
Menurutnya, sampah plastik merupakan momok yang tidak dapat ditolak keberadaannya, namun masyarakat dengan bergotong-royong dapat melakukan sebuah gerakan untuk mengurangi jumlah sampah.
Oleh sebab itu, kata dia, WWF menggandeng sejumlah pihak, seperti perusahaan transportasi PT. Bluebird Tbk dalam mengadakan program Plastic Smart Cities untuk membantu mengurangi sampah plastik, dengan memanfaatkan plastik menjadi produk daur ulang seperti tas dan dompet.
Hal tersebut selaras dengan program pemerintah dalam menggalakkan pengelolaan sampah menuju ekonomi sirkular agar bisa mengurangi jumlah sampah.
Baca juga: BEM UI dukung gerakan ekonomi sirkular lewat penanganan sampah
Baca juga: ASEAN ingin konsep ekonomi sirkular masuk ke pendidikan dasar
Pemanfaatan sampah dalam ekonomi sirkular, kata Rofi, bisa menghasilkan peningkatan PDB sebesar 593-638 triliun di tahun 2030. Selain itu, manfaat bagi lingkungan juga bisa mengurangi limbah sebesar 18-52 persen dan mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 126 juta ton di tahun 2030.
Pemerintah, sambungnya, memiliki target 70 persen sampah bisa tertangani dan semaksimal mungkin mengurangi sampah dari sumbernya sebesar 30 persen di tahun 2025. "Sehingga, bisa meminimalisasi sampah yang bocor ke laut sebesar 70 persen," kata Rofi Alhanif.
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023