Kuala Lumpur, Malaysia, (ANTARA/PRNewswire)- Dari sekitar 250 bank digital yang beroperasi di seluruh dunia, 20% di antaranya berada di Asia Pasifik[1]. Jumlah ini tergolong mengagumkan, dan bank digital diperkirakan tampil sebagai penentu arah masa depan industri teknologi finansial (tekfin).


Malaysia juga merupakan salah satu negara yang terlibat dalam fenomena global tersebut. Bank sentral Malaysia, Bank Negara Malaysia (BNM), baru-baru ini mengumumkan lima izin bank digital pertama yang diperoleh beberapa pelaku industri teknologi dan keuangan terkemuka, seperti Boost-RHB Consortium yang dipimpin unit usaha tekfin milik Axiata yang menyediakan layanan lengkap di tingkat regional, Boost.


Salah satu fokus utama dari pasar Malaysia adalah pelaku industri dengan model perbankan digital yang profitabel. Hal ini tecermin dari kriteria asesmen BNM. Kriteria BNM mengutamakan karakter dan integritas pihak yang mengajukan izin usaha, ciri khas dan kelayakan sumber daya finansial, rencana bisnis dan teknologi yang layak dan memadai, serta kemampuan mengatasi kesenjangan keuangan[2].


Mari kita mengupas mengapa Boost-RHB Consortium tampil sebagai pemimpin bank digital di Malaysia.


1. Rekam jejak yang teruji dan keterlibatan audiens. Dalam beberapa tahun terakhir, Boost telah membangun basis sebagai bank digital, seperti bisnis pembiayaan mikro yang didukung kecerdasan buatan (AI) yang telah beroperasi dalam skala luas secara berkesinambungan. Pada awal 2023, bisnis pembiayaan mikro Boost berhasil menyalurkan pembiayaan senilai lebih dari RM 3 miliar di Malaysia dan Indonesia sejak pertama kali terbentuk.


2. Ekosistem dan infrastruktur yang telah berkembang baik. Bank digital yang sukses akan mengandalkan ekosistemnya, dan bank digital yang melaksanakan model ini dengan baik akan menghemat biaya akuisisi nasabah. Maka, Boost kini didukung dengan ekosistem tekfin holistis yang mencakup bisnis pembiayaan mikro yang didukung kecerdasan buatan (AI). Boost juga memiliki aplikasi tekfin terpadu dengan lebih dari 100 juta pengguna, platform solusi gerai dengan lebih dari 600.000 titik interaksi di gerai, serta platform pembayaran lintaswilayah dengan lebih dari 100 mitra digital berskala global di Asia Tenggara.


3. Produk dengan tenor yang lebih pendek dan bersifat unit-economics-positive. Meski riset terkini mengungkap adanya volatilitas akibat lonjakan tingkat suku bunga[3], namun tren tersebut kemungkinan tidak berdampak secara material pada bank digital pada tahap perkembangan awal. Bank digital yang segera hadir, seperti Boost, telah berspesialisasi menawarkan produk yang lebih ringkas dengan tenor yang lebih pendek. Maka, bank digital tidak memiliki kerentanan akibat aset-liabilitas bernilai masif terhadap neraca keuangannya.


Tren mendatang. Seluruh perhatian kini mengarah pada sektor tekfin, sebab riset menunjukkan, pesatnya penggunaan layanan keuangan digital berpotensi meningkatkan PDB di perekonomian berkembang sebesar 6%, atau senilai $3,7 triliun pada 2025.


[1] https://www.bcg.com/publications/2021/digital-banking-asia-pacific


[2] https://www.bnm.gov.my/-/digital-bank-5-licences


[3] https://www.foxbusiness.com/economy/study-finds-186-banks-vulnerable-svb-like-collapse



Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023