Jakarta (ANTARA News) - Pendidikan anak usia dini (PAUD) pada saat ini diakui menjadi tahapan penting dalam pendidikan anak, seperti tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun bayangan bahwa pendidikan semacam itu memerlukan biaya yang banyak serta hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu, seperti layaknya pendidikan anak untuk tingkat usia yang lebih dewasa, membuat belum semua masyarakat mau melakukannya. Itulah sebabnya, pemerintah mencatat bahwa kesadaran orang tua dan masyarakat terhadap pentingnya PAUD itu masih rendah. PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan itu merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik yakni koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan yakni daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, serta kecerdasan spiritual. Selain itu pertumbuhan dan perkembangan sosio emosional, yakni sikap dan perilaku serta agama, serta bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Berkaitan dengan satuan pendidikan, pasal 28 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengelompokkannya menjadi tiga. Pertama, jalur pendidikan formal seperti Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Atfal, termasuk Bustanul Atfal. Kedua, jalur pendidikan non-formal seperti Penitipan Anak, Kelompok Bermain dan Satuan PAUD Sejenis dalam bentuk antara lain Pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini terintegratif dengan BKB/Posyandu. Ketiga, jalur pendidikan informal seperti pendidikan yang diselenggarakan di keluarga dan di lingkungan. Berdasarkan pengelompokkan satuan pendidikan itu, dapat dilihat bahwa sebenarnya di tingkat keluarga pun, PAUD dapat dilaksanakan. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang pelaksanaan proses pendidikan anak yang penting itu. Mengenai kondisi pelaksanaan program PAUD, kebijakan Direktorat PAUD Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam pelaksanaan program PAUD Tahun 2006 menyebutkan bahwa jumlah anak usia 0-6 tahun pada 2005 sebanyak 28,006 juta orang, pada 2006 sebanyak 28,111 juta, dan pada 2009 diprediksi mencapai 28,377 juta. Kebijakan pemerintah adalah pada akhir tahun 2009 sekitar 35 persen anak usia dini usia (2-4 tahun) terlayani PAUD non-formal. Sasaran yang telah dan akan dicapai adalah 1,2 juta atau 10,10 persen pada 2005, 1,49 juta atau 12,50 persen (2006), 2,17 juta atau 18 persen (2007), 3,20 juta atau 26 persen (2008) dan 4,31 juta atau 35 persen pada 2009. Dalam kebijakan tersebut, Depdiknas mencatat bahwa akses dan mutu pelayanan pendidikan yang diamanatkan undang-undang itu masih rendah. Menurut departemen yang menangani masalah pendidikan di Indonesia itu, peluang dan tantangan dalam memenuhi amanat undang-undang itu masih besar. Depdiknas juga mencatat bahwa kesadaran orang tua dan masyarakat terhadap pentingnya PAUD masih rendah, lembaga PAUD, terutama layanan bagi anak usia 0-4 tahun masih terbatas, tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah sehingga tidak mampu membiayai pendidikan anaknya, serta masih terbatasnya dukungan pemerintah dalam alokasi anggaran di APBN dan APBD. Bermain sambil belajarMenteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo dalam suatu kesempatan menegaskan, PAUD bukanlah sekolah yang sarat dengan pelajaran dan pekerjaan rumah (PR), melainkan wahana bermain sambil belajar yang penuh dengan keceriaan dan kebebasan. "Dengan demikian, memungkinkan anak untuk mengekspresikan dan mengembangkan bakat, minat, dan kreativitasnya, sekaligus mendapatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengembangkan sikap perilaku anak dalam suasana yang mengasyikkan," katanya. Selain itu, menurut dia, juga pembentukan dan pengembangan kemampuan dasar berbahasa, kognitif, fisik, motorik, dan estetika yang dikemas dalam program bermain sambil belajar. Penekanan dalam penegasan Mendiknas itu adalah bahwa salah satu kunci dari PAUD adalah bermain sambil belajar. Menurut sejumlah pakar pendidikan anak, bermain itu bukanlah hanya kegiatan yang menyenangkan, namun merupakan bagian dari anak. Bermain adalah pekerjaan sehari-hari anak yang membantunya belajar dan tumbuh. Orang tua, kata mereka, adalah guru seorang anak yang pertama dan terpenting. Mereka bisa membentuknya dalam memanfaatkan bermainnya. Bermain bagi anak dapat membantunya untuk belajar tentang dunianya, belajar melakukan sesuatu, memecahkan masalah, menguasai perasaan, menjadi percaya diri, menjadi kuat dan belajar bergaul dengan orang lain. Beberapa contoh bermain yang membantunya belajar dan berkembang antara lain memasukkan kotak kecil ke kotak yang lebih besar akan membantu bocah menggunakan jari-jarinya, menggambar, melukis, menempelkan dan menyisipkan akan membantu belajar dan menggunakan keterampilan dan kesabaran, dan memakai pakaian akan membantu membayangkan dan menciptakan. Selain itu, bermain sandiwara, berlaku seolah-olah orang lain dapat membantu anak menyesuaikan diri. Orang tua pun bisa membantu anaknya lebih banyak dengan memberi barang yang menarik untuk bermain. Barang itu tidak harus yang mahal. Gunakan saja barang yang ada di rumah misalnya kotak karton, sendok kayu, wadah plastik atau pakaian tua untuk bersandiwara. Berbicara atau bernyanyi dengan anak sambil melakukan sesuatu di rumah, menunjuk ke sesuatu jika berada di dalam kendaraan atau berbelanja atau bersama-sama berdiam diri sambil membaca buku cerita, adalah pelajaran yang berharga. Pakar itu juga berpesan agar membiarkan anak bermain dengan caranya sendiri dan jangan memaksakan gagasan kepada anak. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan pentinganya PAUD. Namun seperti yang dicatat Depdiknas bahwa akses dan mutu pelayanan pendidikan itu masih rendah. Peluang dan tantangan dalam memenuhi amanat undang-undang itu masih besar. Pemerintah telah menyusun strategi dalam mensukseskan program PAUD itu, namun sejumlah kendala untuk itu masih besar. Untuk itu, peranan masyarakat, khususnya keluarga, sangat diperlukan. Dikaitkan dengan "bermain sambil belajar" serta adanya pengelompokkan satuan pendidikan jalur informal, seperti pendidikan yang diselenggarakan di keluarga dan di lingkungan, maka sepertinya siapa pun bisa mengadakan pendidikan usia dini. (*)
Oleh Oleh Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2006