Jakarta (ANTARA) - Pakar Pulmunologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKM-UI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan solusi pengentasan polusi udara di Jakarta dapat mengadopsi kegiatan di New Delhi, India.
"Kemacetan lalu lintas punya peran penting dan perlu penangan segera. Pada waktu saya masih tinggal di New Delhi pernah ada pembatasan kegiatan bangun gedung yang menimbulkan debu," kata Tjandra Yoga Aditama dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan orotitas terkait di India juga memeriksa secara ketat polusi knalpot kendaraan, bahkan untuk mobil diplomat seperti yang ia pakai sehari-hari sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara.
Baca juga: Wamenkes ajak masyarakat gotong-royong atasi polusi udara kota besar
Proses uji emisi kendaraan dilakukan diberbagai fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk mempermudah layanan.
Selain itu, di berbagai simpang jalan yang menjadi simpul kemacetan di New Delhi di tempatkan pot berisi tanaman, yang berjajar serupa dinding untuk menghalau polusi, kata Tjandra menambahkan.
"Karena di New Delhi pada hari raya tertentu, ada yang tinggi kejadian polusi udara, karena mercon sepanjang hari. Oleh karenanya, pada hari raya tertentu dilarang penggunaan mercon," katanya.
Tjandra yang juga Direktur Pascasarjana Universitas YARSI mendorong pemerintah mengidentifikasi secara lebih jelas tentang apa saja yang menjadi penyebab polusi udara sekarang sesuai proporsi masing-masing.
"Juga sudah banyak dibicarakan tentang kemungkinan sebagian bekerja di rumah, juga ada pemikiran larangan membakar sampah terbuka di halaman rumah, serta kalau sumber polusi dari provinsi sebelah, maka dicari penyebab jelasnya dan diatasi langsung di sana," katanya.
Selain itu, kata Tjandra, perlu juga dilakukan surveilans yang baik untuk mengetahui pola gangguan kesehatan dari waktu ke waktu sejalan dengan peningkatan polusi udara.
"Di Australia misalnya, jelas ada data bahwa pada masa kebakaran semak-semak (bush fire) maka terjadi peningkatan angka masuk IGD akibat keluhan sesak napas di lokasi itu," katanya.
Selain itu, kata Tjandra, perlu dilakukan pemantauan kesehatan dan penanganan gangguan kesehatan, baik jangka pendek maupun kemungkinan ada tidaknya dampak jangka panjang.
"Untuk itu pemantauan secara kohort perlu dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan perlu mendorong sistem kerja hibrida untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek, yang dalam sepekan terakhir masuk ke kategori sangat buruk.
"Jika diperlukan, kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, work from office, work from home mungkin. Saya tidak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini, apakah (jam kerja) 7-5, 2-5, atau angka yang lain," kata Jokowi.
Baca juga: Sudinkes Jakbar imbau warga gunakan masker guna antisipasi ISPA
Baca juga: Pemprov DKI terapkan sistem kerja hibrida WFO-WFH mulai September
Jokowi mengatakan kualitas udara di Jabodetabek selama sepekan terakhir sangat buruk. Dalam jangka pendek, dia memerintahkan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait untuk melakukan intervensi agar kualitas udara di Jabodetabek lebih baik.
Intervensi tersebut, tambah Jokowi, seperti rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi, khususnya di wilayah Jabodetabek.
Jokowi juga memerintahkan agar ruang terbuka hijau (RTH) diperbanyak di daerah Jabodetabek. Dia juga meminta agar segera disiapkan anggaran penyediaan RTH.
Dalam jangka menengah, Pemerintah akan konsisten menerapkan kebijakan mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan beralih ke transportasi massal. Dalam jangka panjang, aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu diperkuat.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023