Semarang (ANTARA) - “Saya sudah sejak tahun 1984 jadi kader pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD) dan tidak bosen," kata Mulyadi ceria dengan tertawa khasnya "he he hee", setiap mengakhiri kalimatnya.
Keceriaan Mulyadi pun menular ke 750 kader lain yang hadir pada acara Temu Kader PPKBD Provinsi Jawa Tengah di Gedung Sasana Widya Praja Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Jateng, di Kota Semarang, Selasa (8/8).
Lelaki yang berusia sekitar 60 tahun ini setiap selesai bicara selalu menutupnya dengan “he he hee” dan semua peserta ikut tertawa, termasuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang saat itu memang tengah meminta Mulyadi ke depan untuk diajak berbincang.
Dalam kesempatan tersebut Mulyadi menjawab pertanyaan dari Gubernur Jawa Tengah tentang sudah berapa lama dirinya menjadi kader PPKBD karena saat itu penampilan Mulyadi yang duduk di barisan paling depan terlihat mencolok, berbeda dari yang lain karena mengenakan batik berslempang warna biru dan mengenakan blangkon hitam.
Mulyadi juga lancar menyebutkan enam peran dari PPKBD, antara lain pengorganisasian; pertemuan; konseling, informasi, dan edukasi (KIE); pencatatan dan pendataan; pelayanan kegiatan, mencakup pelayanan KB kesehatan reproduksi (KB-KR) dan keluarga sejahtera dan pemberdayaan keluarga (KS-PK); serta kemandirian dalam pengelolaan kegiatan, termasuk kemandirian dana.
Usai mendengarkan jawaban Mulyadi, Gubernur pun mengimbanginya dengan beberapa kali tertawa “he he hee”, sehingga membuat suasana menjadi "gayeng".
Mulyadi merupakan satu dari 8.881 kader PPKBD dan dari 48.323 orang sub-PPKBD yang tersebar di setiap desa/kelurahan se-Jateng dan mereka tidak mendapatkan upah dalam bertugas, seperti enam peran yang disampaikan Mulyadi.
PPKBD merupakan perpanjangan tangan pemerintah, khususnya Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan mereka biasanya merupakan tokoh masyarakat setempat, tidak ada upah untuk mereka, sehingga lebih tepat jika mereka disebut sebagai relawan.
Penanganan stunting
Dalam temu kader yang dihadiri perwakilan dari PPKBD se-Jateng tersebut, gubernur juga banyak menggali informasi dari para kader mengenai inovasi penanganan stunting di daerahnya masing-masing dan peserta pun berlomba mengangkat tangan mereka serempak untuk bisa maju.
Saat ditanya siapa yang bisa menceritakan inovasi apa saja yang dilakukan daerahnya dalam penanganan stunting, Asih, misalnya, kader dari Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, menceritakan di daerahnya ada pembagian telur, ayam, susu, dan biskuit dari anggaran pemerintah, serta ada iuran dari warga Rp1.000 per satu kepala keluarga, dan bantuan dari warga setempat yang memiliki usaha.
Dia bercerita di tempatnya kebetulan ada peternak ayam potong dan peternak ayam petelur. Saat mereka panen, mereka memberikan bantuan untuk desa berupa telur dan ayam.
Kader lain dari Kelurahan Patemon, Kota Semarang, bernama Kunaryati mengatakan dalam penanganan stunting di wilayahnya ada program orang tua asuh yang bertugas membantu satu anak stunting di lingkungannya dengan memberikan asupan makanan bergizi.
Sementara Tursiyati, kader dari Desa Cilongok, Kabupaten Banyumas, desanya memanfaatkan penanganan stunting menggunakan Dana Desa, iuran warga Rp1.000 setiap kepala keluarga sebulan sekali, serta dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan sekitar.
Mendengarkan beragam upaya yang dilakukan para kader, Gubernur Jateng pun memberikan apresiasi dan optimistis penanganan stunting di Jawa Tengah dapat tercapai sesuai target, yakni dapat mendukung target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Gubernur menilai positif keberadaan kader PPKBD dan patut diapresiasi, apalagi semangat mereka yang luar biasa, meskipun tidak digaji, bahkan banyak lahir inisiatif, seperti iuran warga yang kemudian hasilnya dibelanjakan untuk kebutuhan penanganan stunting.
Ganjar melihat ada kekuatan gotong royong dan partisipasi warga dalam menyosialisasikan KB, sekaligus penanganan stunting. Mereka adalah relawan yang benar-benar relawan. Mereka mempunyai inisiatif yang bermacam-macam. .
Dedikasi mereka menjadi relawan pun terbukti dengan lamanya mereka menjadi kader yang menunjukkan semangat kerelawanan yang tinggi, sehingga perlu dicontoh dan pemerintah membutuhkan mereka.
Penanganan stunting di Jawa Tengah sudah sangat sistematis dan verifikasi satu data juga akurat karena keberadaan mereka para kader relawan, seluruhnya dihimpun dari tingkat bawah.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa Jawa Tengah sudah siap untuk melakukan percepatan, dengan target nasional 14 persen.
BKKBN Provinsi Jawa Tengah mengakui kader PPKBD memiliki peran penting karena mereka yang dekat dengan keluarga di wilayah setempat, bahkan bisa disebut sebagai pelopor pembangunan keluarga.
Mereka sangat dekat dengan masyarakat sasaran karena turun langsung di lapangan, bahkan setiap saat melihat kondisi keluarga yang ada di wilayahnya.
Mereka adalah pelopor yang juga pelapor. Pelopor dengan memberikan penyuluhan dengan komunikasi antarpribadi dan kelompok di keseharian, sehingga menjadi kekuatan yang potensial dalam pembangunan keluarga berencana dan stunting.
Tidak hanya sebagai pelopor, mereka juga menjadi teladan di masyarakatnya, termasuk di dalamnya program percepatan penanganan stunting, kemudian mereka melaporkan hasilnya kepada PLKB.
Keberadaan para kader relawan tersebut diharapkan bisa menjadi pelecut bagi kita semua untuk bisa tergerak bersama melakukan penanganan stunting, berbagi dengan sekitar saat ditemukan masih ada keluarga dengan risiko stunting, bahwa dengan bergerak bersama semua bisa.
Benar adanya bahwa bersatu bisa teguh untuk mempercepat penurunan angka stunting di seluruh pelosok negeri ini. Masyarakat Indonesia sudah memiliki modal untuk kolaborasi itu, yakni semangat dan budaya gotong royong.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023