Roma (ANTARA News) - Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo hari Senin diterima Paus Benediktus XVI, dua hari sesudah wanita itu menandatangani undang-undang penghapusan hukuman mati di negaranya. Pembicaraan sekitar 20 menit antara Sri Paus dengan Arroyo, penganut Katolik, itu berlangsung dalam suasana sangat bersahabat, kata Vatikan dengan menyatakan Arroyo menjelaskan hukum baru tersebut kepada Paus dan menyerahkan satu salinan aturan itu kepada penguasa Tahta Suci tersebut sebagai buah tangan. Yang juga dibicarakan ialah perubahan undang-undang dasar, yang akan membuat kaum miskin Pilipina secara khusus dibantu. Berdasarkan atas undang-undang baru penghapusan hukuman mati itu, semua hukuman mati teramar akan diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pengampunan. Kongres, yang menyetujui undang-undang itu awal Juni, mencatat bahwa hukuman mati bukan penangkal kuat kejahatan. Hukuman mati di Pilipina dihapus tahun 1987, tapi diberlakukan kembali tahun 1994. Namun, pelaksaannya baru dimulai tahun 1994 dan sejak itu, tujuh narapidana menjalani hukuman mati dengan disuntik. Pada tahun 2000, Presiden Joseph Estrada memerintahkan penghentian pelaksanaan itu, yang diteruskan Arroyo saat berkuasa sesudah pemberontakan rakyat dukungan tentara menumbangkan pendahulunya itu tahun 2001. "Hari ini, dengan penandatanganan penghapusan hukuman mati, kami merayakan hidup dengan cara paling berarti," kata Arroyo dalam pidato upacara penandatanganan itu di istana presiden Malacanang. Arroyo mengatakan akan secara pribadi menyampaikan kepada Paus mengenai penghapusan hukuman mati itu. "Saya akan memberitahu dia bahwa kami telah bertindak atas nama kehidupan bagi dunia perdamaian dan keserasian," katanya, demikian DPA.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006