Ruwatan kalau diselenggarakan sendiri itu terasa berat karena harus membuat satu kegiatan yang cukup besar, dan tentunya secara ekonomis ini cukup mahal
Bantul (ANTARA) - Sebuah tradisi upacara adat budaya masyarakat Jawa yang bertujuan membuang sial atau menyelamatkan dari gangguan tertentu, bertajuk "Ruwatan Murwokolo Nusantara" kembali diselenggarakan di MuseumKu Gerabah Kasongan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu.
"Ruwatan hari ini adalah ruwatan yang ke dua setelah tahun lalu kita selenggarakan, kita mencoba selalu di bulan Suro (Muharam) yang memang ini bulan yang baik untuk melakukan ruwatan," kata panitia ruwatan yang juga budayawan Timbul Raharjo usai ruwatan di Bantul, Sabtu.
Menurut dia, Ruwatan Nusantara ini diikuti 16 orang yang datang dari berbagai kota di seluruh Indonesia, seperti dari Tangerang, Jakarta, kemudian dari wilayah Jawa Tengah dan berbagai wilayah di provinsi DIY.
Baca juga: Kemendikbud: Ruwatan Sukerto jaga budaya spiritual masyarakat
"Kegiatan ini adalah kegiatan budaya yang memiliki bentuk harapan di masa depan atas peristiwa peristiwa aura negatif pada diri seseorang maupun bentuk lembaga usaha dan lain sebagainya," katanya.
Dengan demikian, kata dia, peristiwa ini diharapkan bisa memberi sugesti keyakinan kepada sukerto (orang) bahwa aura negatif tersebut bisa hilang, atas doa-doa yang disampaikan secara cerita cerita murwokolo kemudian disambung dengan doa doa Ki dalang.
"Sehingga aura negatif di mereka dihilangkan melalui siraman yang kemudian semua pakaian yang melekat di badannya itu harus dilarung ke laut selatan, ini diharapkan semua akan memiliki aura positif di dalam hidupnya," katanya.
Baca juga: Anggota DPD apresiasi pelestarian wayang kulit di Lampung
Lebih lanjut, Timbul Raharjo mengatakan, ruwatan kalau diselenggarakan sendiri itu terasa berat karena harus membuat satu kegiatan yang cukup besar, dan tentunya secara ekonomis ini cukup mahal.
Akan tetapi, kata dia, apabila diselenggarakan bersama secara ekonomis juga bisa dilakukan oleh para peserta. Dan para peserta lebih menyukai ruwatan ruwatan yang sifatnya bersamaan yang bisa ditanggung bersama.
"Kami sebagai orang di sini saya sebagai yang istilahnya dalam tanda kutip dipesani oleh leluhur untuk merawat pusaka, pusaka itu kemudian diartikan sebagai budaya Jawa," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, ruwatan ini termasuk di dalam budaya Jawa yang harus dilaksanakan di jaman-jaman sekarang agar supaya para generasi muda, masyarakat sadar bahwa budaya Jawa ini memiliki nilai yang sakral yang memberikan dampak sugesti yang baik.
Baca juga: Pertemuan menteri bidang kebudayaan G20 bahas lima isu utama
Pewarta: Hery Sidik
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023