Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan telah mengirimkan surat permohonan izin kepada Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan eksekusi mati terhadap Amrozy, Imam Samudra dan Ali Gufron yang merupakan terpidana mati Bom Bali I di Nusakambangan, Jawa Tengah. "Kejaksaan melalui Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar pada bulan ini telah mengirim surat permohonan izin eksekusi tiga terpidana mati Bom Bali I untuk dilakukan di wilayah Nusakambangan. Sampai sekarang Kejaksaan masih menunggu jawaban," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung I Wayan Pasek Suartha di Jakarta, Senin sore. Sebagaimana diatur dalam Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Nomor 2 PNPS Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati, eksekusi harus dilaksanakan di wilayah hukum pengadilan yang menjatuhkan vonis, dan untuk kasus Amrozy Cs pelaksanaan eksekusi tersebut seharusnya dilakukan di Denpasar mengingat putusan mati itu dijatuhkan oleh PN Denpasar. Menurut Kapuspenkum, permohonan eksekusi mati di wilayah Nusakambangan dimaksudkan sebagai efisiensi pelaksanaan eksekusi dan masalah keamanan mengingat pemindahan tempat penahanan ketiganya dari Bali menuju Nusakambangan dilakukan dengan menyewa pesawat sehingga bila ketiganya ditransfer kembali ke Bali menjadi tindakan yang tidak efisien. Amrozy, Imam Samudra dan Ali Gufron dinyatakan bersalah sebagai pelaku peristiwa peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang dan ratusan lainnya luka-luka. Putusan PN Denpasar itu telah dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Bali dan Mahkamah Agung. Sebelumnya, tiga terpidana mati itu menjalani penahanan di LP Kerobokan, Denpasar, Bali namun pada Oktober 2005 ketiganya dipindahkan ke LP Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah dan menunggu pelaksanaan eksekusi mati di tempat itu. Pelaksanaan eksekusi mati bagi Amrozy Cs, menurut Kapuspenkum, dilakukan karena putusan mati itu telah berkekuatan hukum tetap. Kapuspenkum mengatakan, hingga saat ini ketiganya belum menyatakan akan mengajukan peninjauan kembali (PK) yang merupakan upaya hukum lanjutan terhadap putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap. Demikian pula terhadap langkah pengajuan grasi atau pengampunan dari Presiden, ketiganya menyatakan menolak dengan alasan pengampunan bukanlah dari manusia melainkan berasal dari Tuhan. "Namun kejaksaan tidak dapat terus menunggu pernyataan tersebut terlalu lama," kata Kapuspenkum. Disinggung mengenai waktu pelaksanaan eksekusi mati terhadap ketiga terpidana mati itu, Suartha mengatakan hal itu akan dilakukan secepatnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006