Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR Dradjad H. Wibowo mengingatkan agar pemerintah bersikap hati-hati menggunakan surplus neraca Bank Indonesia (BI) dengan mematuhi ketentuan yang ada. "Saya khawatir kalau ketentuan tidak dihormati akan ada preseden buruk buat pelaku usaha yang ada di sini," kata Dradjad di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin. Ia menyebutkan, pihaknya tidak membela kepentingan pihak pemerintah maupun pihak BI dalam penggunaan surplus tersebut, namun pihaknya hanya menginginkan agar ketentuan yang ada dipenuhi. Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) itu menyebutkan, berdasarkan ketentuan UU Nomor 23 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 3 tahun 2004 tentang BI, mengatur bahwa dari surplus neraca BI sebesar 30 harus digunakan untuk cadangan dengan tujuan tertentu, sisanya dipupuk sebagai cadangan umum sehingga total modal dan cadangan umum menjadi 10 persen dari kewajiban moneter BI. "Artinya cadangan umum dan modal harus menjadi 10 persen dari kewajiban moneter. Surplus yang ada harus diprioritaskan 30 persen untuk cadangan tujuan tertentu, sisanya untuk cadangan umum, sehingga modal dan cadangan menjadi 10 persen dari kewajiban moneter, baru setelah itu bisa dipakai oleh pemerintah," katanya. Selain itu, menurut Dradjad, surplus itu juga harus diprioritaskan untuk memenuhi kewajiban pemerintah kepada BI. Beberapa waktu lalu pemerintah mengajukan restrukturisasi utang pemerintah SU-001 dan SU-003 menjadi SRBI-01. Berdasarkan ketentuan UU, mestinya surplus itu masuk ke SRBI-01. "Saya minta konfirmasi apakah memang sudah ada kelebihan sesuai dengan UU yang ada. Kalau belum ada, berarti pemerintah tidak berhak menggunakan dana sebesar Rp,5 triliun itu," kata Dradjad. Sementara itu Kepala Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional (Bapekki) (Depkeu) Anggito Abimanyu mengatakan, angka surplus BI sebesar Rp1,5 triliun merupakan angka sesuai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan BI per 31 Desember 2005. "Angka ini dihitung berdasar audit BPK terhadap BI, kalau disinkronkan dengan BI dan Menkeu dalam selesaikan SU-001 dan SU-003, maka surplus BI itu sudah mempertimbangkan penyelesaian utang itu," katanya. Dana sebesar Rp1,5 triliun dari surplus neraca BI merupakan bagian dari rencana penerimaan deviden dalam RAPBNP 2006 yang ditetapkan sebesar Rp21,69 triliun. Dalam APBN 2006 target setoran deviden BUMN ditetapkan sebesar Rp23,28 triliun, namun dalam APBNP 2006 diperkirakan hanya sekitar Rp21,69 triliun. "Dari angka Rp21,69 triliun itu, termasuk di dalamnya adalah surplus dari BI. Baru tahun ini (2006) diperkirakan BI mampu menyetor dengan jumlah Rp1,5 triliun. Angkanya disampaikan Gubernur BI pekan lalu," kata Menkeu Sri Mulyani.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006