Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi terkait dugaan penerimaan suap pengadaan barang di Basarnas RI.
"Pada Rabu (9/8) bertempat di Mako Puspom TNI, Tim Penyidik KPK telah difasilitasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi yakni Kabasarnas RI periode 2021- 2023 Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
Ali menerangkan pemeriksaan yang difasilitasi oleh Puspom TNI tersebut adalah bagian dari sinergi dan koordinasi untuk penyelesaian perkara yang ditangani bersama antara KPK dan Puspom Mabes TNI.
Salah satu poin utama dalam pemeriksaan tersebut adalah dugaan penerimaan suap terkait pengadaan barang di Basarnas.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan penerimaan uang yang diberikan tersangka MG (Mulsunadi Gunawan) dan kawan-kawan agar dapat dimenangkan dalam lelang proyek di Basarnas," ujarnya.
Selain terhadap Marsda Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto, penyidik lembaga antirasuah juga memeriksa tiga saksi terkait perkara tersebut pada Selasa (8/8) di Gedung Merah Putih KPK.
Tiga saksi tersebut yakni Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Basarnas Dody Setiawan Suwondo, Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas Aditya Dwi Setiarto dan Manager Operasional Bank Mandiri KCP Angkasa Lis Risnawati.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan pengaturan lelang untuk memenangkan perusahaan tersangka MG dan kawan-kawan," kata Ali.
Hingga saat ini KPK dan Puspom TNI telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut, yakni Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC).
Kemudian Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Kasus dugaan korupsi suap di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) tersebut berawal pada tahun 2021, saat itu Basarnas melaksanakan beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Basarnas yang dapat diakses oleh umum.
Kemudian pada 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan, yakni pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (tahun jamak 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Baca juga: Puspom TNI dan KPK sita 2 boks dan 1 koper barang bukti dari Basarnas
Baca juga: KPK fasilitasi Puspom TNI periksa 3 tersangka kasus suap Kabasarnas
Untuk memenangkan proyek tersebut, kemudian Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil melakukan pendekatan pribadi kepada Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Dalam pertemuan tersebut, diduga terjadi kesepakatan pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh HA.
Dalam pertemuan dicapai kesepakatan bahwa HA siap mengondisikan dan menunjuk perusahaan MG dan MR sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun anggaran 2023.
Kemudian perusahaan RA ditunjuk menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (tahun jamak 2023--2024).
Baca juga: Panglima janjikan TNI bersikap objektif dalam kasus Kabasarnas
Baca juga: Panglima TNI: Proses peradilan Kabasarnas dilakukan terbuka
Penyerahan uang juga diberi kode 'dako' (dana komando) untuk HA melalui ABC.
MG kemudian memerintahkan MR untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu Bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.
Sedangkan RA menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Tim KPK yang mendapat informasi adanya penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari MR kepada ABC di salah satu parkiran Bank di Mabes TNI Cilangkap, kemudian langsung bergerak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para pihak tersebut.
Dalam OTT itu turut diamankan goodie bag yang disimpan dalam bagasi mobil ABC yang berisi uang Rp999,7 Juta.
Para pihak yang terjaring OTT tersebut kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan intensif hingga berujung dengan penetapan lima orang tersangka.
Namun, penetapan itu kemudian diprotes oleh TNI karena proses hukum terhadap prajurit aktif harus melalui mekanisme hukum dari militer, yaitu melalui Puspom TNI, Oditurat Militer, dan Pengadilan Militer.
Puspom TNI pun pada Senin malam (31/7) di Mabes TNI, Jakarta, resmi menetapkan dua perwira TNI, yaitu HA dan ABC sebagai tersangka kasus suap pengadaan alat-alat di Basarnas. Puspom TNI juga meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan.
Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko kemudian mengumumkan HA dan ABC langsung ditahan di Instalasi Tahanan Militer milik Puspom TNI AU di Halim Perdanakusuma.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023