Hal ini mengingat BPKN sebagai otoritas puncak perlindungan konsumen nasional, merasa kewenangan dan kapasitasnya masih terbatas dalam merespons keluhan tersebut.
"Percepat revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan beri hak eksekutorial kepada BPKN," kata Kepala BPKN Rizal E. Halim dalam keterangannya pada Rabu.
Di banyak daerah, konsumen kerap merasa dirugikan lantaran galon yang mereka beli adalah galon bekas pakai, bukan galon baru, yang seharusnya diperuntukkan sebagai galon guna ulang.
Baca juga: Tarik ulur galon isi ulang, antara isu kesehatan dan persaingan bisnis
Menurut Rizal, percepatan revisi Undang–Undang No. 8 Tahun 1999 tersebut diperlukan untuk mengakomodasi dinamika kebutuhan konsumen.
"Tujuan perlindungan konsumen kan untuk memperkuat aspek kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen sekaligus mendorong kesadaran pelaku usaha terhadap hak–hak dan kewajibannya untuk memproduksi barang dan jasa," tambahnya.
Rizal berharap, revisi UU Perlindungan Konsumen nantinya bisa mengakomodasi perkembangan mutakhir di tengah masyarakat, termasuk soal kerugian konsumen dari membeli galon bekas pakai.
"Harus diakui tingkat kesadaran konsumen kian meningkat dan harapan kami nantinya sengketa konsumen dengan pelaku usaha bisa terselesaikan cepat dan ada pemulihan hak-hak konsumen," katanya.
Rizal mendesak kalangan produsen untuk lebih terbuka dan jujur terkait penjualan galon bekas pakai.
"Dorongan konkret kami kepada produsen harus jujur, semua pelaku yang bergerak pada barang dan jasa harus jujur. Ya selalu kami ingatkan pelaku usaha seluruh sektor untuk jujur pada konsumen sesuai amanat undang-undang," tandasnya.
Baca juga: Pakar: Regulasi penggunaan galon air isi ulang perlu segera ditetapkan
Pendapat berbeda disampaikan oleh anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tubagus Haryo. Dia mengatakan pilihan ada pada konsumen ketika membeli galon dengan sistem habis-tukar.
"Sepanjang konsumen menyetujui model penjualan itu, tentu tidak ada masalah," katanya.
Tubagus Haryo menyebut produsen galon guna ulang sudah cukup terbuka dalam mengumumkan model penjualan galon guna ulang.
Lebih jauh, Tubagus mengingatkan kalangan produsen galon guna ulang untuk mewaspadai isu kesehatan terkait distribusi galon, termasuk risiko senyawa kimia Bisfenol A (BPA) pada galon polikarbonat yang kerap kena siraman matahari dalam waktu yang lama. Paparan sinar matahari tersebut bisa memicu peluruhan BPA yang ada pada galon. Bila sampai terminum, dalam level tertentu, BPA tersebut bisa memicu masalah kesehatan.
Baca juga: Kemasan PET dinilai sejalan dengan ekonomi sirkular
Tubagus juga berharap produsen galon aktif mendidik publik terkait standar penanganan galon yang sehat.
"Tentu harus ada pendidikan ke distributor ke pengecer serta termasuk pendidikan kepada konsumen," katanya mewanti-wanti publik untuk berpantang dari membeli galon yang lama terkena siraman matahari ataupun galon yang kemasannya sudah kedaluwarsa.
"Setiap galon ada masa kedaluwarsanya. Kami menyarankan agar produsen disiplin dalam menarik dari peredaran galon yang sudah kedaluwarsa," katanya.
Tak ketinggalan, Tubagus meminta agar pemerintah mengeluarkan regulasi yang lebih ketat terkait produksi, distribusi dan penjualan galon guna ulang.
"Selain pembinaan dan pengawasan agar pelaku usaha bisa meningkatkan kualitas atau standar produknya, negara juga seharusnya ‘hadir’ dengan membuat regulasi yang lebih melindungi hak-hak konsumen," tutup Tubagus.
Baca juga: Kadar BPA di galon guna ulang masih dalam batas aman untuk kesehatan
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023