Seperti kita lihat pada batik sudah punya legal standing atau payung hukum secara administrasi negara.
Jakarta (ANTARA) - Komunitas Indonesia Internasional Fashion Art & UKM (Kadiifa) menginginkan tenun dan songket dapat dikukuhkan sebagai warisan budaya nasional melalui legalitas hukum layaknya batik.
“Seperti kita lihat pada batik sudah punya legal standing atau payung hukum secara administrasi negara. Tidak hanya sebatas memiliki, tapi dari aspek legalitas kita sangat perlu negara untuk mendukung walaupun nenek moyang kita dikenal meninggalkan warisan budaya berbagai macam yang masih eksis khususnya songket dan tenun,” kata Ketua Umum Kadiifa Anna Mariana saat konferensi pers Festival Tenun Songket Nusantara & UMKM Expo 2023, di Jakarta, Rabu.
Anna menyampaikan tenun dan songket adalah satu-satunya karya anak bangsa yang dapat ditemui di hampir semua daerah di Nusantara, bahkan berada di 38 provinsi di Indonesia. Banyak sebutan untuk kain tenun, seperti tenun ikat, songket, ulos, tapis, tenun gringsing, double ikat, endek, maupun kain ATBM.
Tenun dan songket juga memiliki sejarah panjang hingga 1.000 tahun. Di masa Kerajaan Nusantara, pernah menjadi alat tukar perdagangan sebelum Indonesia memiliki mata uang rupiah, bahkan songket menjadi pengganti koin emas yang dimiliki para raja, ratu, dan kaum bangsawan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Kadiifa dengan dukungan dari Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah DKI Jakarta dan Kamar Dagang & Industri Indonesia berencana telah meminta Presiden Joko Widodo untuk mengukuhkan hari tenun dan songket pada Festival Tenun Songket Nusantara & UMKM Expo 2023 yang akan berlangsung pada 2-7 September 2023, di Gelora Bunga Karno, Senayan Jakarta.
“Tujuan pertama pelaksanaan Festival Tenun Songket Nusantara & UMKM Expo 2023 adalah melindungi warisan kebudayaan tradisional dan melestarikannya, sekaligus menggerakkan sektor industri ekonomi, bukan hanya dalam bentuk seremoni biasa, melainkan ada pengakuan legal terhadap eksistensi tenun dan songket Indonesia,” katanya lagi.
Legalitas diakui Anna sebagai salah satu kelemahan bangsa Indonesia yang sering dimanfaatkan oleh negara lain untuk mencuri warisan budaya Nusantara. Jika pengakuan warisan budaya hanya dilakukan dalam bentuk seremoni, hal itu rentan untuk jatuh ke tangan negara lain.
“Visi dan misi kegiatan ini untuk mendorong program pemerintah agar songket dan tenun tidak punah melalui sejumlah strategi,” ujarnya lagi.
Selain meminta legalitas terhadap tenun dan songket, Kadiifa juga meminta pemerintah memberi pengakuan HAKI terhadap motif di setiap daerah 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Termasuk juga meminta Kemenparekraf untuk menghadirkan sentra tenun berkualitas dengan produk-produk yang terstandardisasi.
“Di bawah payung Kementerian Dalam Negeri, kita berharap kearifan lokal dapat terintegrasi antardaerah sehingga setiap pemerintah daerah dapat menginventarisasi produk tenun yang sudah diverifikasi,” ujarnya pula.
Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Dalam Negeri Togap Simangunsong mengatakan dengan adanya pengukuhan dan legalitas tenun dan songket akan lebih memudahkan pihaknya dalam memberikan instruksi kepada seluruh jajaran pemerintah daerah untuk lebih menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhur tersebut.
“Namanya kalau Presiden sudah menyatakan, maka semua daerah akan menyesuaikan dan kami dari Kementerian Dalam Negeri akan membantu dalam bentuk apapun, misal pariwisata, permodalan bagi UMKM, bisa create dari hulu ke hilir untuk mendukung,” ujarnya lagi.
Baca juga: Kain songket Lombok Tengah di antara budaya dan agama
Baca juga: Wakil Ketua DPR minta pemerintah larang impor produk berbasis budaya
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023