Presiden mengharapkan apapun opsi yang akan diambil jangan sampai menambah jumlah masyarakat miskin, menurunkan daya beli masyarakat, inflasi sangat tinggi, sementara kita tahu bahwa PDB kita, ekonomi kita ini ditopang oleh konsumsi domestik,"
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengedepankan keadilan dan penyelamatan negara dalam memutuskan pengendalian subsidi bahan bakar minyak, kata Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah.
"Presiden mengharapkan apapun opsi yang akan diambil jangan sampai menambah jumlah masyarakat miskin, menurunkan daya beli masyarakat, inflasi sangat tinggi, sementara kita tahu bahwa PDB kita, ekonomi kita ini ditopang oleh konsumsi domestik," katanya di Jakarta, Jumat, usai menghadiri Coffee Morning Membahas Energy Subsidy Reform di ruang rapat Sekretariat Kabinet, Jakarta.
Kegiatan yang diselenggarakan Sekretaris Kabinet Dipo Alam itu dihadiri sejumlah Staf Khusus Presiden di antaranya Jusuf, dan Daniel Sparringa, Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Raden Pardede, Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina Hanung Budya Yuktyanta, Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng, Sekretaris SKK Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Gde Pradnyana dan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional.
Menurut Firmanzah, Indonesia sedikit berbeda dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, di mana ekspor mereka cukup besar kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). "Jadi, perlu menjaga daya masyarakat kita untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan sebagainya," katanya.
Dikatakannya, Presiden sudah menyampaikan dan sudah menginstruksikan kepada Menko Perekonomian untuk segera dirumuskan dari masukan-masukan, karena memang banyak sekali masukan terkait opsi kebijakan apa yang akan diambil pemerintah. Ada dari Kementerian ESDM, ada dari Pertamina, kemudian ada dari KEN, ada dari Kementerian Perekonomian sendiri, termasuk yang dipaparkan di Bali dua minggu lalu.
"Presiden menginginkan itu menjadi sebuah satu paket kebijakan yang komprehensif dengan menyelamatkan fiskal dan perekonomian tetapi dengan biaya sosial yang seminimal mungkin," ujarnya.
Jadi, lanjut Firmanzah, opsi yang perlu diambil nanti adalah mengedepankan aspek keadilan juga untuk menyelamatkan negara, tetapi juga jangan sampai menambah kesenjangan pendapatan masyarakat Indonesia.
"Jadi, subsidi untuk orang miskin, dan untuk orang yang mampu dan kaya memang akan dihapuskan," tegas Firmanzah.
Mengenai kapan keputusan terhadap opsi pengendalian subsidi BBM diputuskan, menurut Firmanzah, saat ini sedang dibahas dan dirumuskan. Jadi nanti ketika Presiden mendapatkan rincian dan detil yang akan disampaikan oleh Menko Perekonomian, tentunya segera diputuskan.
Menjawab pertanyaan apakah kenaikan itu tahun ini, ia mengatakan, "Saya rasa akan tahun ini karena kalau ini dibiarkan berlarut-larut juga akan membahayakan bagi fiskal kita, dan negara-negara Eropa banyak masalah karena defisit anggarannya cukup besar."
Saat disinggung permintaan Pertamina agar segera dipastikan opsi pengendalian subsidi BBM karena terkait dengan faktor teknis pemasangan alat teknologi, Firmanzah menyebutkan, persiapan tim teknis tentu menjadi satu opsi karena implementasi di tataran teknis itu memang dilakukan Pertamina.
"Tentunya Kementerian ESDM, dan Menko Perekonomian akan melihat kesiapan dan perencanaan apa yang akan dilakukan oleh Pertamina sebelum diajukan ke Presiden," tegas Firmanzah.
Ia menambahkan, tentunya Presiden akan melihat dalam kerangka yang lebih komprehensif, yaitu sisi fiskal dan sisi tidak menambah kesenjangan masyarakat.
Intinya, lanjut Firmanzah, semua sepakat bahwa jumlah subsidi sekarang perlu dikurangi, semua sepakat bahwa ada kompensasi program-program yang memberikan "buffer" untuk mempertahankan daya beli masyarakat di level masyarakat miskin dan rentan miskin.
Namun ditegaskannya, sejauh ini belum diputuskan, apakah opsi kenaikan atau mengendalikan yang akan dipilih pemerintah.
Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013