Ada gizi paling lengkap di dalam ASI, jadi kalau tidak diberikan ASI, bayi berisiko mengalami alergi dan intoleransi laktosa
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas) Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi menyatakan bahwa pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif di usia 0-24 bulan mampu menurunkan risiko obesitas dan diabetes saat anak beranjak dewasa.
“ASI itu mengandung antibodi, sehingga bisa membantu melawan infeksi dan mencegah penyakit tidak menular pada saat dewasa, karena risiko obesitas, atau penyakit yang disebabkan oleh obesitas seperti diabetes bisa turun kalau minum ASI,” kata Maria pada diskusi bertajuk “Dukung ibu bekerja terus menyusui” yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Maria menjelaskan, apabila bayi tidak diberi ASI, maka akan meningkatkan risiko terserang infeksi dan mengalami masalah gizi.
“Ada gizi paling lengkap di dalam ASI, jadi kalau tidak diberikan ASI, bayi berisiko mengalami alergi dan intoleransi laktosa,” ujar dia.
Baca juga: Kemenkes paparkan porsi makan yang tepat bagi ibu menyusui
Ia juga memaparkan, ada beberapa prinsip pemberian makanan bayi dan anak, utamanya di umur 1.000 hari pertama kehidupan (0-24 bulan), dimana prinsip pertama yakni setiap bayi lahir harus mendapatkan inisiasi menyusui dini, karena ini sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI ke depannya.
“Ketika lahir, bayi harus diletakkan langsung di dada ibu, nanti bayi bisa mencari puting ibu dan bisa langsung menumbuhkan refleks menghisap yang baik. Jadi, perlu diletakkan minimal satu jam di atas dada ibu, karena ini pertama kalinya bayi menyusu. Pengalaman pertama ini sangat berkontribusi pada keberhasilan pemberian ASI eksklusif,” ujar dia.
Ia menegaskan, pada enam bulan pertama, pemberian ASI eksklusif sangat penting, dan bayi tidak perlu diberikan asupan lain, termasuk air putih, karena bayi akan tercukupi dengan ASI saja.
“Pemberian ASI eksklusif itu bisa efektif jika diberikan sampai enam bulan, dan tidak perlu diberikan yang lain, juga tidak perlu diberi air putih,” katanya.
“Mengapa tidak diberi air putih atau asupan lainnya?. Karena bayi akan merasa kenyang, sehingga jarang menyusu. Tubuhnya mempunyai feedback loop, kalau jarang disusukan, kebutuhannya sedikit, produksinya menjadi sedikit. Jadi kita tidak perlu memberikan cairan lainnya selain ASI,” sambung dia.
Baca juga: Tidak adanya dukungan jadi penyebab ibu bekerja berhenti menyusui
Ia juga menjelaskan, ada sebagian ibu yang merasa khawatir karena ASI tak kunjung keluar. Ini adalah hal yang normal, karena sebetulnya semua ibu dapat memproduksi ASI sesuai dengan kebutuhan bayinya.
“Setelah melahirkan, tubuh ibu sudah menyiapkan untuk bisa menyusui. Jadi komposisi hormon di dalam tubuh ibu itu sebenarnya sudah siap untuk menyusui, dan bayi bisa menunggu sampai 48 jam, tetapi perlu juga ditentukan juga oleh posisi, peletakannya, dan frekuensi,” tutur dia.
Ia juga menekankan, tugas untuk menjaga produksi ASI agar tetap sesuai, tak bisa diemban oleh ibu seorang, melainkan juga tugas keluarga untuk memastikan agar kualitas ASI tetap terjaga.
“Ini bukan tugas ibunya saja, tetapi tugas kita semua untuk memberikan dukungan, utamanya peran keluarga di rumah itu penting untuk memantau ibu cukup tidak istirahatnya, apakah ibu dalam kondisi psikologis yang baik, itu juga mempengaruhi produksi ASI,” demikian Maria Endang Sumiwi.
Baca juga: BKKBN: Pencegahan stunting penting demi Visi Indonesia Emas 2045
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023