Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Made Mangku Pastika ingin Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Bali tidak hanya sibuk mengejar wajib pajak yang kelas capung atau kontribusi pajaknya kecil, tapi harus kreatif mengejar potensi pajak dari warga negara asing (WNA).
"Oleh karena itu, kerja sama Direktorat Jenderal Pajak dengan kepolisian itu penting karena mereka memiliki Babinkamtibmas yang tersebar di desa-desa," kata Pastika saat mengadakan reses di Sekretariat DPD RI Perwakilan Bali di Denpasar, Selasa.
Kegiatan reses bertajuk Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2022 tentang APBN 2023 itu menghadirkan Kepala Kantor Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Bali Teguh Dwi Nugroho dan Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bali Nurbaeti Munawaroh.
Selain itu hadir Kepala Bidang Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali I Made Satya Cadriantara dan Ketua Kadin Bali I Made Ariandi.
Pastika menyoroti di Bali kian marak usaha vila-vila ilegal atau bodong yang dimiliki warga negara asing (WNA) dan juga kepemilikan aset tanah oleh WNA, namun menggunakan perjanjian nominee (pinjam nama) dengan warga Bali.
Baca juga: DJP: Penerimaan pajak di Bali semester I-2023 mencapai Rp6,1 triliun
Mantan Gubernur Bali itu berpandangan belakangan ini banyak perilaku maupun usaha yang dilakukan WNA di Bali terkesan kurang terkendali karena keterbatasan jumlah SDM yang bertugas di Imigrasi. Selain itu, kepolisian karena regulasinya tak lagi bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan pada orang asing.
Menurut dia, jika Direktorat Jenderal Pajak juga dapat mengejar potensi pajak dari para WNA yang selama ini belum tersentuh dan juga secara kreatif memantau wajib pajak besar hingga ke desa-desa lewat bersinergi dengan kepolisian, maka akan mendongkrak penerimaan pajak di Bali.
"Bidikan pihak Pajak itu hendaknya wajib pajak yang 'daging-daging' dan jangan malah sibuk mengejar wajib pajak kelas capung seperti UMKM kita. Kasihan juga mereka," ucap mantan Kapolda Bali itu.
Dalam kesempatan itu, Pastika juga menyinggung semestinya dana transfer ke daerah yang diterima Bali juga bisa naik dua kali lipat dengan posisi dan peran Bali yang strategis bagi Indonesia.
Sementara itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bali Nurbaeti Munawaroh mengatakan terkait dengan praktik perjanjian nominee, pihaknya selalu memakai prinsip kehati-hatian, siapa beneficial ownership (pemilik manfaat) yang menerima manfaat ekonomi itu.
"Itu tetap kami kejar, tetapi ada prinsip kerahasiaan data wajib pajak sehingga tidak mungkin kami publikasikan secara gamblang," ucapnya.
Baca juga: DJP Bali blokir 91 rekening wajib pajak dengan tunggakan Rp71 miliar
Untuk mendongkrak penerimaan pajak, lanjut Nurbaeti, pihaknya telah melakukan berbagai upaya yakni mulai dari fungsi edukasi (yang paling ringan) sampai dengan penegakan hukum.
"Kalau wajib pajak yang patuh, dengan edukasi saja cukup. Yang patuhnya agak kurang dengan tindakan pengawasan pemeriksaan saja cukup. Tetapi yang bandel hingga melalui proses penyidikan bidang pajak," ucapnya.
Yang jelas, kata Nurbaeti, pihaknya pasti mengejar siapapun penerima manfaat ekonomi dari nominee itu, tidak peduli WNA ataupun WNI.
Hingga akhir Juli 2023, realisasi penerimaan pajak di Bali sudah mencapai Rp7,32 triliun atau sebesar 72,4 persen dari target Rp10,11 triliun hingga akhir 2023.
"Kinerja penerimaan pajak secara keseluruhan sampai dengan Juli 2023 mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi pada sektor penyediaan makan dan minum sebesar 202,77 persen," katanya.
Sementara itu, Kepala Kantor Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Bali Teguh Dwi Nugroho mengawali paparannya mengulas mengenai pertumbuhan ekonomi Bali pada semester I 2023 tumbuh 5,60 persen. Tiga besar penyumbang pertumbuhan tinggi yakni sektor akomodasi makan dan minum, sektor transportasi dan pergudangan serta pengadaan listrik dan gas.
Pihaknya mencatat hingga 31 Juli 2023 itu Provinsi Bali secara nasional menempati urutan keempat persentase penyaluran dana transfer ke daerah (TKD). Dari total pagu sebesar Rp10,92 triliun, sudah terealisasi sebesar Rp6,67 triliun (61,04 persen).
TKD itu meliputi hibah, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus (DAK fisik dan nonfisik), dana insentif daerah dan dana desa.
Teguh mengatakan terkait dana alokasi khusus (DAK) yang fisik itu merupakan usulan daerah karena itu berbasis proposal. Namun agar bisa disetujui pusat tentu harus nge-link dengan program prioritas nasional. "Kalau tidak diusulkan, maka kiuta tidak dapat. Total pagu DAK Fisik yang didapat Bali pada tahun ini sebesar Rp520,4 miliar," katanya.
Kepala Bidang Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali I Made Satya Cadriantara menyampaikan APBN Provinsi Bali tahun 2023 sebesar Rp22,54 triliun yang terdiri dari kewenangan Dekonsentrasi (Rp40,84 miliar), Desentralisasi (Rp10,92 triliun), Kantor Daerah (Rp9,43 triliun), Kantor Pusat (Rp2,06 triliun) dan Tugas Pembantuan (Rp74,41 miliar).
Ia juga menyinggung permasalahan klasik terkait terbatasnya SDM di daerah sebagai pengelola kegiatan dekonsentrasi atau tugas pembantuan yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi serta tugas pembantuan terlambat diterbitkan sehingga pelaksanaan kegiatan tertunda.
Sementara itu Ketua Kadin Bali I Made Ariandi berharap sinergi dengan pemerintah daerah dan pusat untuk mendukung perekonomian daerah dapat terus terjalin dengan baik. Demikian pula regulasi untuk WNA di Bali juga bisa diperketat.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023