Milan (ANTARA News) - Klub-klub divisi teratas di Italia berjuang menarik para penggemar untuk menyaksikan pertandingan-pertandingan meski klub-klub itu berjuang melawan hutang akibat krisis keuangan yang menimpa negara tersebut, demikian dilaporkan Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) pada Kamis.
Mengacu kepada "Report Calcio," yang mempelajari angka-angka dari musim 2011/2012, terdapat penurunan sebesar 1,6 persen, yang setara dengan 200.000 penonton, perihal jumlah penonton-penonton pertandingan Serie A dibandingkan musim lalu.
Sementara itu Serie B memiliki perbandingan yang lebih sehat di mana mereka menarik 22,8 persen penonton lebih banyak pada 2011/2012, menurut studi FIGC yang dilakukan untuk tahun ketiga secara berturut-turut oleh Badan Riset dan Legislasi AREL.
Dari skandal-skandal pengaturan pertandingan yang telah menorehkan luka yang dalam di Serie A sampai kasus rasisme yang terjadi pada sejumlah klub, sepak bola Italia telah mengalami masalah ini selama beberapa tahun namun mereka juga menjadi korban dari bertambahnya popularitas liga-liga di Inggris, Spanyol, dan Jerman.
Semakin populernya ketersediaan tayangan "pay per view" atau televisi satelit diyakini menjadi faktor utama dari menurunnya jumlah kehadiran penonton di stadion-stadion.
Hak-hak televisi naik sampai 43 persen pada pendapatan klub-klub, dibandingkan dengan penjualan tiket yang mencatatkan angka sembilan persen, kata laporan tersebut.
Terdapat pula klaim bahwa semakin sedikitnya stadion yang layak di Italia menjadi faktor signifikan.
Dari 36 stadion yang digunakan oleh klub-klub Serie A dan Serie B, "banyak stadion yang telah berumur dan tidak memenuhi standar terendah dari badan sepak bola Eropa UEFA," kata laporan itu.
Hanya satu klub papan atas, Juventus, yang memiliki stadion sendiri yang dibangun khusus untuk menggelar pertandingan sepak bola seperti di Inggris dan Jerman. Sebagian besar stadion sisanya dimiliki oleh pemerintah setempat.
"Dibandingkan dengan para pesaing kami di Eropa, kelemahan kami adalah stadion kami," kata Enrico Letta, sekretaris umum AREL.
"Ketika itu datang pada penjualan tiket, Jerman lebih baik dan hal itu memiliki dampak langsung terhadap hasil-hasil olahraga."
Pada Selasa juara Italia Juventus menderita kekalahan 0-2 dari pertandingan pertama perempat final Liga Champions dari Bayern Munich, yang menikmati musim yang menyenangkan di Liga Jerman.
"Anda hanya perlu melihat hasil-hasil dari Liga Champions pada awal pekan ini," tambahnya.
Presiden FIGC Giancarlo Abate mengatakan potensi pertumbuhan jumlah penonton terhambat oleh fakta bahwa banyak klub tidak memiliki stadion-stadionnya sendiri, "Pemasukan dari penjualan tiket mengalami penurunan, maka terdapat potensi besar untuk pertumbuhan."
"Di Italia, stadion-stadion dimiliki pemerintah setempat, dan banyak di antara mereka memiliki masalah untuk diatasi (dibanding memenuhi stadion-stadion)."
"Klub-klub yang telah membangun stadion-stadion baru telah menyaksikan pertumbuhan kapasitas."
Emanuele Grasso dari perusahaan audit keuangan Price Waterhouse Coopers (PWC) berkata, "Sampai 2007 klub-klub besar Italia dapat menjaga kecepatan dengan rival-rival Eropa mereka."
Menggaris bawahi rata-rata jumlah 22.000 penonton per pertandingan di Serie A dengan rata-rata 44.000 penonton di Liga Jerman, ia menambahkan, "Sekarang, mereka jauh tertinggal."
Laporan itu menambahkan bahwa ketika Italia secara umum menghadapi masalah krisis keuangan, klub-klub sepak bola Italia dapat mengatasi masalah tersebut dengan lebih efisien.
Pendapatan untuk musim 2011/2012 meningkat tujuh persen berbanding dengan musim sebelumnya yakni 2,7 miliar euro.
Serie A masih berada dalam angka merah, namun ketika " terdapat hutang sebesar 388 juta euro" pada akhir musim 2011/2012, menurut PWC, jumlah huang itu menurun dari 430 juta euro pada tahun sebelumnya, demikian AFP.
(H-RF)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013