Inflasi yang lemah di China seharusnya menjadi kekuatan disinflasi global di pasar barang-barang ke depan
Sydney (ANTARA) - Pasar saham Asia dibuka beragam, sementara dolar AS lebih tinggi pada Selasa, karena investor menunggu pembacaan inflasi dari China dan Amerika Serikat untuk memberikan prospek terbaru tentang kesehatan ekonomi global.
Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang menguat 0,9 persen pada Selasa pagi, setelah saham-saham AS mengakhiri sesi sebelumnya dengan sedikit kenaikan. Indeks MSCI turun 2,8 persen sejauh bulan ini.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun naik menjadi 4,0885 persen dibandingkan dengan penutupan AS di 4,078 persen pada Senin (7/8/2023). Imbal hasil dua tahun, yang naik bersama ekspektasi pedagang akan suku bunga dana Federal Reserve yang lebih tinggi, menyentuh 4,7682 persen dibandingkan dengan penutupan AS sebesar 4,758 persen.
Indeks S&P/ASX 200 Australia naik 0,39 persen, sedangkan indeks saham Nikkei Jepang naik 0,72 persen.
Sementara itu, indeks Hang Seng Hong Kong merosot 1,73 persen, indeks saham unggulan China CSI 300 turun 0,54 persen pada awal perdagangan. Awal yang beragam di Asia mengikuti malam yang lebih kuat di pasar AS.
Di Wall Street, Dow Jones Industrial Average naik 1,16 persen, S&P 500 naik 0,90 persen dan Komposit Nasdaq bertambah 0,61 persen.
Investor global sangat menantikan pembacaan inflasi dari China pada Rabu (9/8/2023) dan AS pada Kamis (10/8/2023), mengharapkan mereka untuk menunjukkan perbedaan mencolok dalam pergerakan harga di dua ekonomi terbesar dunia.
Inflasi AS kemungkinan sedikit meningkat pada Juli menjadi 3,3 persen secara tahunan, sementara inflasi inti kemungkinan tidak berubah pada 4,8 persen, menurut jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom. ANZ memperkirakan indeks harga konsumen China pada Juli akan minus 0,4 persen dalam basis tahunan.
"The Fed mewaspadai risiko naiknya inflasi mengingat permintaan tenaga kerja tetap berlebihan, dan sebagian besar pembuat kebijakan berpikir tingkat kebijakan perlu dijaga ketat," tulis ekonom ANZ pada Selasa.
"Inflasi yang lemah di China seharusnya menjadi kekuatan disinflasi global di pasar barang-barang ke depan."
Data perdagangan China untuk Juli yang akan diterbitkan pada Selasa kemungkinan akan menunjukkan penurunan ekspor sebesar 12,5 persen dari tahun sebelumnya, menurut perkiraan median dari 28 ekonom dalam jajak pendapat Reuters.
Prospek stimulus ekonomi dari pemerintah pusat China untuk menghidupkan kembali ekonomi yang datar masih direnungkan oleh investor. Langkah-langkah kecil untuk membantu pasar properti telah disampaikan dalam dua minggu terakhir, namun tidak ada stimulus luas yang telah digariskan.
"Sambil menunggu tanda-tanda deflasi yang tidak menyenangkan, pasar terbelah antara kesuraman ekonomi dan harapan akan gema stimulus yang diatur untuk menyalakan kembali pertumbuhan China," kata ekonom Mizuho, dikutip dari Reuters.
"Namun kami tidak yakin bahwa upaya stimulus Beijing akan mencapai 'peningkatan' yang dimaksudkan untuk ekonomi yang masih kesulitan."
Dolar datar terhadap yen di 142,47. Masih jauh dari level tertinggi tahun ini di 145,07 yang dicapai pada 30 Juni.
Mata uang tunggal Eropa turun 0,1 persen menjadi 1,1002 dolar, sementara indeks dolar, yang melacak greenback terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang utama, naik menjadi 102,07.
Baca juga: Saham China dibuka merosot, indeks Shanghai terpangkas 0,25 persen
Baca juga: Saham Jerman berbalik melemah, indeks DAX 40 menyusut 0,01 persen
Baca juga: Saham Prancis untung hari kedua, indeks CAC 40 bertambah 0,06 persen
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023