Jakarta (ANTARA News) - Batuk bisa menormalkan irama denyut jantung seorang yang mengalami serangan jantung.
"Batuk merupakan cara awal agar irama jantung tidak berhenti. Biasanya bagi penderita yang terkena serangan jantung mendadak, iramanya lambat, dengan batuk, irama jantung normal kembali," kata pakar penyakit jantung dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Iwan Dakota SpJP.
Iwan mengemukakan hal itu saat konferensi pers terkait teknologi penanganan penyakit jantung arteri koroner di Jakarta, Kamis.
Iwan mengatakan dengan irama denyut jantung yang stabil, maka aktivitas pembuluh darah akan normal kembali.
"Jadi si penderita disuruh batuk terlebih dahulu, karena dengan begitu jantung akan terangsang," katanya.
Namun, menurut dia, batuk bukan satu-satunya cara awal untuk menangani serangan jantung mendadak.
"Sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit untuk ditangani lebih lanjut dan menghindari sudden death (kematian mendadak)," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama Rumah sakit Jantung Harapan Kita dr Hananto Andriantoro SpJP(K) menjelaskan terdapat dua penyebab kematian mendadak karena serangan jantung, yakni tertutupnya pembuluh darah oleh plak dan gumpalan darah pada ujung dan pangkal arteri.
"Jika penyumbatan tersebut terdapat pada ujung pembuluh, penderita masih bisa terselamatkan, namun jika hal sama terjadi pada pangkal arteri, kecil kemungkinan untuk bisa selamat," katanya.
Hartono menjelaskan plak tersebut terdiri dari akumulasi lemak, kolesterol, kalsium dan endapan lain pada dinding bagian dalam arteri.
"Jadi plak tersebut awalnya menempel di dinding arteri dan lama-kelamaan menutupi pembuluh sehingga semakin sempit dan celah sempit tersebut tertutup gumpalan darah dan oksigen tidak bisa masuk, maka kematian mendadak tersebut terjadi," jelasnya.
Dia menambahkan proses plak menutupi dinding tersebut tergantung pada kadar kolesterol jahat (LDL) yang dimiliki penderita.
Dia menyebutkan, pada kondisi normal, kadar LDL berada di kisaran 130 mg/dL, namun jika sesorang yang memiliki berat badan lebih atau menderita obesitas, kadar LDL harus di bawah 100 mg/dL.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013