RUU Ormas diskriminatif, karena menjadikan peran parpol sebagai panglima. RUU ini hanya diberlakukan bagi ormas yang bukan underbow parpol. Ini orientasi yang tidak sehat dalam membangun demokrasi,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) yang kini memasuki tahap final pembahasan di DPR itu mengandung muatan politis dan memiliki nuansa yang kuat menjadi alat legitimasi politik bagi pemerintah.

"RUU Ormas diskriminatif, karena menjadikan peran parpol sebagai panglima. RUU ini hanya diberlakukan bagi ormas yang bukan underbow parpol. Ini orientasi yang tidak sehat dalam membangun demokrasi," katanya di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, jika RUU Ormas itu disahkan, maka tak akan menyentuh kepada ormas yang berada di sayap partai, sehingga dapat melemahkan eksistensi masyarakat sipil dan potensial menimbulkan oligarki politik kekuasaan oleh parpol.

Selain itu, RUU Ormas dinilai akan menjadi alat represi dan rezim otoriter karena memberikan otoritas yang kuat kepada pemerintah dan membuka jalan bagi kembalinya rezim pemerintahan yang represif dan menindas kelompok-kelompok yang kritis terhadap kebijakan pemerintah serta melemahkan peran masyarakat sipil sebagai kekuatan kontrol pemerintahan dan penegakan hukum.

"RUU Ormas sebaiknya dihentikan sementara dan ditransformasikan dengan RUU Perkumpulan. Ini jauh lebih baik, karena RUU Perkumpulan cantolannya lebih jelas yakni UUD 1945. Kalau RUU Ormas tetap disahkan merupakan bukti arogansi DPR dan pemerintah," katanya.

Soal aturan transparansi, kata dia, ormas tak menolak asalkan aturan itu tidak sepihak untuk ormas saja.

"Masa ormas saja yang dituntut untuk transparan, tetapi parpol tidak. Lembaga negara yang mendapatkan bantuan asing juga tidak jelas dan tidak transparan. Saya kira bukan karena transparan. Toh kami terbuka untuk diaudit," katanya.

Ia mengatakan pihaknya tahu banyak dana yang mengalir ke parpol tetapi tidak transparan. "Ketidakadilan semacam ini tidak boleh dan tidak baik," ujarnya.

Untuk menolak RUU Ormas itu, lanjut Din, puluhan ormas merapatkan barisan dengan membentuk Koalisi Akbar Masyarakat Sipil Indonesia, di antaranya, PP Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Persatuan Umat Islam (PUI), Setara Institute, dan lainnya.

Sementara dari Setara Institute Romo Benny Susetyo mengaku jika RUU Ormas ini tidak ditolak, maka masyarakat akan dirugikan oleh parpol.

"RUU ini dapat melemahkan eksistensi masyarakat sipil dan potensial menimbulkan oligarki politik kekuasaan oleh parpol," katanya.

Menurut dia, RUU itu inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 memasung kebebasan berserikat.

"Pemasungan itu ditunjukkan dalam pasal-pasal yang mengatur tentang persyaratan pendirian, perizinan dan hal-hal yang bersifat internal seperti AD/ART dan kewajiban pendaftaran bagi seluruh ormas yang ada," katanya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013