Jakarta (ANTARA) - Polri selaku Interpol Indonesia memberikan akses kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau pergerakan buronan korupsi melalui sistem pengawasan di perbatasan atau sistem interpol I-24/7.

Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol. Krishna Murti di Mabes Polri mengatakan pemberian akses ini salah satu topik yang dibahas dalam kunjungannya ke KPK pagi tadi.

“Sistem itu (I-24/7) adalah yang online memantau buruan-buruan interpol, secara langsung bisa dilihat oleh KPK,” kata Krishna.

Jenderal bintang dua itu menjelaskan, Polri mengemban peran keinterpolan sudah bekerja sama dengan sejumlah penegak hukum dalam penanganan masalah-masalah transnasional, seperti dengan Bea Cukai, BPOM, Imigrasi, Kejaksaan termasuk KPK.

Kerja sama dengan KPK, kata dia, sudah berlangsung lama dan kini diperkuat kembali lewat optimalisasi dan sinkronisasi. Salah satunya dalam hal teknis mengejar, memburu pelaku kejahatan transnasional yang berada di luar negeri.

“Korupsi merupakan bagian dari kejahatan transnasional, nah itulah yang tadi kami bicarakan,” kata Krishna.

Polri, lanjut Krishna, tidak hanya membantu tapi juga mendukung apa saja yang dibutuhkan oleh KPK dalam memburu para buronan. Salah satunya sistem I-24/7.

“Sistem keinterpolan yang kami akan established di KPK,” katanya.

Mantan Dirkrimum Polda Metro Jaya itu menyebut, lewat sistem I-24/7 ini, KPK bisa memantau keberadaan para buron dengan sistem yang dipasang oleh Polri lewat perjanjian kerja sama (PKS) yang secara online dapat diakses.

“Insya Allah nanti buruan-buruan KPK akan terlihat ada di sistem itu,” ujarnya.

Untuk diketahui saat ini masih ada tiga orang yang masih menjadi DPO (daftar pencarian orang) KPK. Ada dugaan bahwa para tersangka korupsi tersebut bersembunyi di luar negeri.

Pertama adalah tersangka dugaan pemberian hadiah atau janji terkait pengadaan pada PT PAL Kirana Kotama (KK) alias Thay Ming yang telah ditetapkan sebagai DPO KPK sejak 15 Juni 2017.

Selanjutnya Harun Masiku dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditetapkan sebagai DPO sejak 17 Januari 2020.

Ketiga, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin yang telah menjadi DPO KPK sejak 19 Oktober 2021. Paulus Tannos adalah tersangka dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun 2011—2013 di Kementerian Dalam Negeri.

Terkait Harun Masiku, menurut Krishna, mantan politisi PDIP tersebut pernah terdeteksi ke Singapura pada 16 Januari 2020, dan kembarli ke Indonesia pada tanggal 17 Januari 2020. Namun, pada saat itu Polri belum diminta untuk menerbitkan red notice. Hingga 1,5 tahun lamanya, baru Polri diminta menerbitkan red notice pada 30 Juni 201.

Setelah dimintai bantuan, Polri berkoordinasi dengan berbagai negara peserta interpol untuk mencari keberadaan Harun Masiku.

“Nah dari apa yang kami dimintai bantuan kami berkoordinasi dengan berbagai negara untuk pencarian yang bersangkutan, segala informasi sekecil apapun termasuk rumor-rumor kami dalami sampai tadi kami mendeteksi yang bersangkutan kira-kira masih ada di Indonesia,” kata Krishna.
Baca juga: Polri belum terima informasi dari Interpol Kamboja soal Harun Masiku
Baca juga: KPK catat lima tersangka masih dalam pencarian
Baca juga: KPK sebut buronan Kirana Kotama terdeteksi di AS

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023