Jakarta (ANTARA) - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebutkan serangan siber malware atau malicious software semakin marak di Indonesia bisa terjadi salah satunya akibat penggunaan "software" atau perangkat lunak bajakan yang masih sering digunakan oleh masyarakat.
"Penyebab utamanya (malware mendominasi serangan siber) adalah banyak sekali masyarakat kita yang masih pakai software bajakan. Jadi di hardware-nya dipasang software dan aplikasi bajakan, hardware-nya juga sering dipakai untuk pengolahan sistem elektronik," kata Deputi III BSSN Sulistyo saat memberikan paparan mengenai tantangan keamanan siber nasional lewat sebuah seminar nasional di Jakarta, Senin.
Dalam data yang dimiliki BSSN, hingga Agustus 2023 total serangan siber yang terjadi di Indonesia telah mencapai 219.414.104 serangan.
Baca juga: FBI peringatkan bahaya gunakan pengisi daya ponsel di fasilitas publik
Dari jumlah itu, persentase malware sebagai serangan siber paling mendominasi sebesar 52,51 persen atau berjumlah 115.208.766 serangan.
Lebih rinci, BSSN mengungkapkan malware yang akhir-akhir ini sering digunakan untuk serangan siber berbentuk ransomware atau perangkat pemeras yang kerap mengunci data di perangkat keras pengguna dan pelaku kejahatan meminta sejumlah dana agar data itu bisa kembali ke pemiliknya.
Terdapat sebanyak 707.409 serangan ransomware hingga Agustus 2023 yang berhasil diidentifikasi oleh BSSN.
Adapun hardware atau perangkat keras yang dimaksud oleh Sulistyo tidak terbatas pada komputer atau PC saja tapi juga di dalamnya termasuk ponsel pintar, tablet, dan perangkat sejenisnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan ketika software bajakan dipakai tentunya pengguna perangkat tidak bisa mendapatkan pembaruan-pembaruan seperti di software resmi untuk menjaga keamanan siber perangkat-nya saat ternyata ditemukan adanya kerentanan.
Padahal pembaruan-pembaruan tersebut dikeluarkan setelah ditemukan-nya celah kerentanan siber sehingga ketika ada serangan perangkat bisa tetap aman.
"Sebagai contoh software bajakan dari statistik BSSN paling sering ditemukan ialah OS Windows. Sering dipakai masyarakat, lalu lisensi-nya habis. Sistem tersebut masih bisa dipakai, tapi pada saat ada update terbaru karena bajakan update-nya tidak jalan. Karena tidak ada lisensi-nya ya jelas tidak bisa dan wajar malware akhirnya mendominasi ruang siber kita," ujar Sulistyo.
Serangan malware juga menjadi marak karena masyarakat saat ini kerap lupa menambah perlindungan ekstra seperti aplikasi antivirus sehingga memberikan potensi lebih besar untuk perangkat pintar-nya diserang oleh malware.
Oleh karena itu, untuk mencegah hal itu terjadi masyarakat harus lebih waspada saat ingin mengunduh dan memasang software.
Baiknya gunakan software yang disediakan oleh pengembang layanan atau aplikasi secara resmi sehingga ketika terjadi kerentanan siber masyarakat bisa lebih terlindungi dan baik perangkat hingga data-nya bisa tetap aman.
Baca juga: Berkas PDF jadi incaran penjahat siber untuk menyebarkan malware
Baca juga: Ekstensi browser berbahaya bisa mencuri aset kripto
Baca juga: Microsoft tingkatkan keamanan layanan cloud untuk perangi "malware"
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023