Jakarta (ANTARA) - Rancangan Undang-Undang (RUU) masyarakat hukum adat dibahas kembali dalam konferensi internasional yang diselenggarakan MPR RI bersama Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
"Kami ingin membahas kembali serta mendesak untuk dibahas-nya RUU masyarakat hukum adat," kata Ketua Umum APHA Laksanto Utomo.
Dia menjelaskan pertemuan antara APHA dan beberapa fraksi di DPR RI, hanya satu fraksi yang sudah menyatakan kesiapan untuk melanjutkan pembahasan kembali RUU itu.
"Ini merupakan upaya kami untuk mempercepat pembahasan RUU," ujarnya.
RUU masyarakat hukum adat telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2023. Bahkan RUU itu telah selesai dilakukan harmonisasi sejak tahun 2020.
Konferensi internasional itu dibuka Ketua MPR RI Bambang Soesatyo sekaligus menjadi pembicara kunci. Pembicara lainnya yakni Menko Polhukam Mahfud MD dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni.
Konferensi internasional itu mengusung tema, pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat dalam perspektif nasional dan internasional.
Selain itu sejumlah guru besar yang menjadi narasumber yakni Profesor Byun Hae Cheoi dari Hankuk University of Foreign Studies, Maria Roda Cisnero dari Ateneo de Manila University, Guru Besar Universitas Hasanuddin Profesor Aminuddin Salle, serta Guru Besar Universitas Jember Prof. Dominikus Rato.
Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyatakan Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah menegaskan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat.
Kata dia, sebagaimana tercantum dalam pasal 18B ayat (2) yang menyatakan, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
Pewarta: Fauzi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023