...salah satu kelompok bersenjata paling brutal di dunia,"

Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat pada Rabu menawarkan imbalan senilai 5 juta dolar AS (Rp48,75 miliar) bagi siapapun yang berhasil menangkap panglima kelompok pemberontak Uganda Lord`s Resistance Army, Joseph Kony, salah satu orang yang paling dicari-cari di dunia.

AS juga menyiapkan imbalan bagi mereka yang berhasil menangkap tiga pemberontak lainnya, lapor AFP.

Kony sudah sejak lama melarikan diri ke hutan-hutan di Africa tengah, namun kelompok pemberontak yang dipimpinnya, LRA, telah melakukan perlawanan sengit serta melakukan mutilasi dan penculikan terhadap anak-anak selama dua dekade di berbagai wilayah di empat negara.

Pengadilan Kejahatan Internasional telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Kony serta para pemimpin tinggi LRA lainnya atas tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Nama Kony masuk dalam daftar imbalan AS dengan harapan pemimpin pemberontak Uganda itu dapat diseret ke pengadilan.

Selain Kony, daftar itu juga memasukkan nama para anggota LRA lainnya, yaitu Okot Odhiambo dan Dominic Ongwen, serta Sylvestre Mudacumura dari Democratic Forces for the Liberation of Rwanda (FDLR).

LRA adalah "salah satu kelompok bersenjata paling brutal di dunia," kata Duta Global Criminal Justice Stephen Rapp kepada para wartawan.

"Hari ini kita melakukan tindakan sehingga keadilan bisa diberikan kepada para laki-laki, perempuan dan anak-anak tidak bersalah, yang menjadi sasaran pembunuhan massal, amputasi, perbudakan dan berbagai kekejaman lainnya," ujarnya.

"Pertanggungjawaban merupakan pilar kunci bagi prakarsa Amerika Serikat dalam hal pencegahan kekejaman," kata Rapp.

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan sudah sekira 450.000 orang yang terpaksa mengungsi karena serangan-serangan LRA di Republik Demokratik Kongo, Republik Afrika Tengah, Uganda dan Sudah Selatan.

LRA baru-baru ini melakukan perdagangan gading gajah serta memperluas wilayah operasi-operasinya, demikian yang terungkap dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada Desember lalu.

Kendati jumlah serangan LRA tahun lalu berkurang, sejumlah serangan terjadi hingga ke Bangassou di Republik Afrika Tengah, wilayah di mana sejumlah laki-laki, perempuan dan anak-anak diculik pada September lalu.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama tahun lalu mengesahkan pengiriman misi oleh 100 anggota pasukan khusus AS guna membantu pasukan Uganda menjelajahi hutan-huta Afrika untuk memburu Kony.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Victoria Nuland membenarkan bahwa perburuan tersebut telah dihentikan setelah para pemberontak mengambil kendali Republik Afrika Tengah bulan lalu.

Menyangkut Republik Demokratik Kongo, Rapp mengatakan bahwa negara itu "terkungkung oleh konflik, pengungsian serta kerawanan."

"Para warga sipil telah mengalami penderitaan karena berbagai kekejaman yang dilancarkan kelompok-kelompok bersenjata seperti FDLR dan M23, yang mempertahankan keberadaan mereka dengan melakukan penjarahan terhadap penduduk dan mengeksploitasi tambang-tambang berharga."

FDLR terbentuk oleh sisa-sisa rejim radikal Hutu --yang melakukan pembantaian etnis Rwanda tahun 1994-- sementara M23 adalah kelompok pemberontak Tutsi Kongo yang menurut para pakar PBB didukung oleh Rwanda dan Uganda.

Kedua negara itu membantah tuduhan PBB tersebut.

Program pemberian imbalan telah "terbukti sebagai alat yang berharga" dalam memburu mereka yang berada dalam pencarian karena tindakan kejahatan parah terhadap kemanusiaan, kata Rapp.

Dalam dua tahun terakhir, program tersebut telah melakukan 14 pembayaran dengan rata-rata 400.000 dolar (Rp3,9 miliar) per orang "dengan jumlah pembayaran terbesar mencapai 2 juta dolar (Rp19,5 miliar)," ujarnya. (T008/M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013