Herat, Afghanistan (ANTARA News) - Serangan gerilya terkoordinasi di Afghanistan barat Rabu menewaskan 34 warga sipil dan 10 anggota pasukan keamanan, kata sejumlah pejabat.
Serangan itu merupakan salah satu yang paling mematikan dalam waktu lebih dari setahun, lapor Reuters.
Sembilan militan yang dipasangi bom menyerbu kantor pemerintah di provinsi Farah yang berbatasan dengan Iran, dimana persidangan terhadap gerilyawan Taliban sedang diadakan, kata Abdul Rahman Zhwandai, juru bicara gubernur.
Serangan dengan jumlah kematian tertinggi sejak 2011 itu menambah kekhawatiran mengenai bagaimana pasukan Afghanistan akan menjaga keamanan jika pasukan tempur NATO ditarik dari negara itu pada akhir tahun depan.
Taliban mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Juru bicara Qari Yousuf Ahmadi mengatakan, gerilyawan Taliban yang sedang diadili dibebaskan dalam serangan tersebut.
Menurut Ahmadi, serangan itu ditujukan pada pegawai pemerintah di Farah setelah Taliban "mengirim sejumlah peringatan" kepada mereka agar tidak bekerja di sana.
Kematian sipil di Afghanistan dalam perang yang kini berada pada tahun ke-12 turun pada 2012 setelah meningkat selama lima tahun, kata PBB. Lebih dari 80 persen kematian sipil disebabkan oleh serangan gerilya.
Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.
NATO bertujuan melatih 350.000 prajurit dan polisi Afghanistan pada akhir 2014 untuk menjamin stabilitas di negara itu, namun tantangan-tantangan tetap menghadang dalam proses peralihan itu.
Desersi, penugasan yang buruk dan semangat rendah termasuk diantara masalah utama yang menyulitkan para komandan NATO dan Afghanistan.
Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013