Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja terbukti melanggar kode etik pimpinan terkait bocornya dokumen konsep surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum.

"Komite etik menjatuhkan putusan final dan mengikat yaitu menyatakan terperiksa 1 Abraham Samad melakukan pelanggaran," kata Ketua Komite Etik KPK Anies Baswedan dalam sidang terbuka Komite Etik KPK di Jakarta, Rabu.

"Menjatuhkan sanksi berupa peringatan tertulis yaitu Abraham Samad harus memperbaiki sikap, tindakan, dan perilakunya," kata dia.

Perbaikan perilaku yang diminta Komite Etik tersebut adalah, memegang teguh prinsip kebersamaan dan keterbukaan, perilaku yang bermartabat dan berintegritas, mampu membedakan hubungan bersifat pribadi dan profesional dan menjaga jaga ketertiban komunikasi dan kerahasiaan KPK.

Komite Etik juga menyatakan bahwa terperiksa 2 Adnan Pandu Praja melakukan pelanggaran ringan pasal 6 ayat 1 huruf e kode etik pimpinan KPK dan menjatuhkan sanksi peringatan lisan.

Menurut Komite Etik, Abraham tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen sprindik tapi perbuatan dan sikapnya tidak sesuai dengan kode etik pimpinan KPK.

"Pelaku pembocoran adalah Wiwin Suwandi yang tugasnya adalah sekretaris Ketua KPK Abraham Samad, dokumen tersebut ditandangani Abraham Samad dan belum diberi nomor dan cap KPK," ungkap anggota Komite Etik, Tumpak Hatorangan Panggabean.

Anies juga menegaskan bahwa tidak ada indikasi keterlibatan pimpinan dalam pembocoran surat perintah penyidikan itu.

"Tapi Wiwin mengabarkan ke banyak orang, ini masalahnya, orang yang tidak punya banyak pengalaman malah mengabarkan ke banyak orang, motif yang diakui Wiwin adalah benci dengan koruptor karena menunjukkan wajah tanpa dosa," kata Anies.

Menurut Komite Etik, hal yang memberatkan Abraham adalah dia sering melakukan komunikasi dan pertemuan dengan pihak-pihak eksternal KPK berkaitan dengan informasi kasus-kasus di KPK tanpa memberitahukan Pimpinan KPK lainnya.

Abraham juga dinilai tidak berusaha melakukan koordinasi dengan Pimpinan KPK dan jajaran struktural KPK lain untuk merespons kebocoran dokumen sprindik dan melakukan langkah-langkah konkret.

Dia juga membuat pernyataan yang mendahului keputusan Komite Etik yang menyatakan bahwa Komite Etik adalah rekayasa pada Rabu (27/3).

Namun Komite Etik tidak menemukan hal yang memberatkan Adnan karena yang bersangkutan kooperatif dalam pemeriksaan dan menyadari kekeliruannya, kata Anies.

Kekeliruan yang dimaksudkan Anies adalah menyampaikan informasi pencabutan tanda tangan dalam sprindik beserta alasannya kepada pers serta menyampaikan pendapat secara terbuka kepada media massa bahwa nilai mobil Harrier milik Anas kurang dari Rp1 miliar.

Komite Etik menilai tindakan Adnan itu kurang hati-hati dan kurang cermat sebagai Pimpinan KPK dan merugikan nama baik KPK.

Abraham maupun Adnan yang hadir dalam sidang terbuka itu tidak mau mengomentari keputusan Komite Etik.


Kronologi

Menurut Komite Etik, pada Kamis (7/2) Wiwin mendapat perintah dari Abraham untuk memindai dokumen sprindik yang sudah ditandatangani Abraham Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain tapi belum diberi nomor dan cap KPK.

Wiwin mencetak hasil pindaian tersebut pada pukul 20.29, namun pada pukul 21.30 Wiwin memindai sprindik tersebut untuk kedua kali dan pada pukul 21.46 kembali mencetak hasil pindaian kedua tersebut dan menyimpannya ke laci sebelum pulang.

Keesokan harinya pada Jumat (8/2) Wiwin berinsiatif untuk memberitahu pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin Irmanputra Sidin dan reporter TVOne Dwi Anggia mengenai penetapan Anas sebagai tersangka dengan mengirimkan pesan singkat dari Abraham menggunakan Blackberry.

Malam harinya Wiwin bertemu dengan jurnalis Tempo, Tri Suharman, dan wartawan Media Indonesia, Rudy Polycarpus, di gedung Setiabudi One dan menyerahkan salinan sprindik hasil pindaian kedua, salinan itulah yang muncul di media.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013