Selama ini, belum ada pengaturan pembatasan pegeluaran dana pilkada, seperti dana kampanye, iklan di media, atribut, dan sebagainya,"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Abdul Hakam Naja memandang perlu ada pembatasan pengeluaran dana pemilihan kepala daerah dalam aturan perundangan guna mengantisipasi ekses negatif dari penyelenggaraan pilkada.
"Selama ini, belum ada pengaturan pembatasan pegeluaran dana pilkada, seperti dana kampanye, iklan di media, atribut, dan sebagainya," kata Abdul Hakam Naja pada diskusi "Mencegah Penghamburan Uang Negara" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Direktur Fasilitas Kepala Daerah, DPRD, dan Hubungan Antar-Lembaga Kemendagri Dodi Riatmadji serta Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis.
Menurut Hakam Naja, belum adanya aturan pembatasan pegeluaran dana kampanye sering membuat penyelenggaraan pilkada menjadi "jor-joran" dan munculnya praktik politik uang.
"Jika calon kepala daerah yang telah mengeluarkan banyak dana dan kemudian kalah, tetapi belum siap mental untuk kalah, sering bisa memicu munculnya tindakan anarkis dari para pendukungnya," katanya.
Oleh karena itu, kata Hakam Naja, pada pembahasan RUU Pilkada, DPR RI dan Pemerintah akan merumuskan aturan pembatasan pengeluaran dana pilkada sehingga penyelenggaraannya menjadi lebih proporsional.
Aturan pembatasan tersebut, menurut dia, bisa melalui beberapa pendekatan, seperti banyaknya jumlah penduduk di suatu daerah atau luasnya wilayah geografis suatu daerah.
"Persoalannya kondisi setiap daerah di Indonesia berbeda-beda, baik luas dan bentuk geografis, jumlah penduduk, maupun kemampuan memperolah PAD (pendapatan asli daerah), sehingga diperlukan kajian," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Panitia Kerja RUU Pilkada ini menambahkan, sumber dana penyelenggaraan pilkada juga harus diatur secara jelas apakah sepenuhnya dari APBN, sepenuhnya dari APBD, atau kombinasi dari APBN dan APBD.
Di sisi lain, kata dia, sumbangan dana untuk penyelenggaraan pilkada, baik dari lembaga maupun perorangan, juga relatif cukup besar.
"Namun, sumbangan dana untuk pilkada ini sudah diatur batas maksimalnya meskipun pelaporannya yang kadang-kadang belum jelas," katanya.
Hakam mengemukakan bahwa pembatasan pengeluaran dana pilkada tersebut sangat penting karena untuk menjaga keadilan bagi seluruh pasangan kepala daerah yang akan bertarung. Demikian juga, pengaturan frekuensi beriklan di televisi.
"Selama ini, hanya pasangan calon yang mempunyai banyak uang, yang bisa sering beriklan di televisi, koran, media elektronik," katanya.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013