Jakarta (ANTARA) - Direktur Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Mila Rahmawati mengatakan, kunci penurunan stunting ada pada perubahan perilaku.
"Stunting itu erat dengan perubahan perilaku. Jadi ada kasus, bayi lahir sehat, tetapi sama neneknya diberi air putih, akhirnya biru bayinya, ternyata air putih itu masuk ke paru-parunya. Nah pengetahuan dan kesadaran perilaku seperti ini harus jadi pelajaran, disosialisasikan lewat kader-kader di lapangan," kata Mila saat ditemui di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan, kasus bayi tersebut bisa menjadi pelajaran tentang pentingnya memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Untuk itu, kader-kader di daerah perlu gencar mengedukasi keluarga mengenai pentingnya ASI eksklusif bagi anak, dan memberi edukasi apabila ASI tidak bisa keluar dengan lancar.
"Peran kader di daerah sangat penting terkait ASI ini, karena tidak semua ibu setelah melahirkan ASI-nya bisa langsung lancar, padahal ASI itu yang paling bagus untuk daya tahan tubuh bayi," ujar Mila.
Ia melanjutkan, BKKBN selama ini telah memiliki program kelas ibu hamil untuk persiapan kelahiran, yang memberikan materi seperti senam agar ASI lancar, dan jenis makanan bergizi apa saja yang bisa dikonsumsi.
Baca juga: BKKBN: Keluarga menjadi awal pembentukan SDM berkualitas
Baca juga: BKKBN: Pendataan keluarga untuk percepat penurunan prevalensi stunting
"Paling utamanya protein hewani, itu penting untuk ibu dan anaknya, selain itu juga perlu dilengkapi sayur-sayuran," tuturnya.
Kader dan penyuluh KB yang termasuk ke dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), lanjut dia, adalah garda depan bagi penguatan keluarga, untuk memantau mulai dari calon pengantin sampai masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yakni sejak masa kehamilan hingga usia bayi dua tahun.
"Di masing-masing provinsi kami memiliki Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) dan penyuluh KB sebagai kader, juga bidan. Mereka ini yang akan memantau dengan sasaran para ibu hamil, yang memiliki balita, dan calon-calon pengantin," katanya.
Calon pengantin, sambung dia, pada masa tiga bulan sebelum menikah harus melapor di aplikasi elektronik siap nikah dan siap hamil (elsimil).
"Mengapa tiga bulan? Karena itu untuk mengembalikan fungsi tubuhnya supaya sesuai. Nanti juga ada pemeriksaan lingkar lengan calon ibu, minimal 23,5 cm, HB-nya minimal 12, kemudian berat badan, tinggi badan juga diukur," ucap dia.
Sedangkan bagi laki-laki, apabila ingin memiliki anak juga sangat disarankan untuk tidak merokok, karena rokok akan sangat berpengaruh pada perkembangan calon anaknya.
Bagi calon ibu, sebelum menikah juga diharapkan sehat dan gizinya terpenuhi, karena ketika ibu mengandung, anak yang ada di dalam kandungan sebenarnya sudah membawa sel telur, sehingga kesehatan ibu akan menentukan kualitas hidup beberapa generasi berikutnya.
"Ini bukan pekerjaan yang ringan, luar biasa bagaimana kita menyiapkan SDM yang berkualitas menuju Indonesia Emas pada tahun 2045," paparnya.
Baca juga: BKKBN evaluasi penanganan stunting di Papua Barat
Baca juga: DPR RI-BKKBN sosialisasi pentingnya kualitas kesehatan cegah stunting
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023