Hari ini selain membangun raga, tentu kita juga harus membangun jiwa, sehingga revolusi mental yang akan kita terjemahkan ke depan itu bisa lebih jelas akan seperti apa
Jakarta (ANTARA) -
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan membangun mental masyarakat adalah kunci meningkatkan kualitas kependudukan.
 
"Bagaimana kita mau mencetak generasi yang unggul? Mau seperti apa keluarga yang berkualitas itu? Hari ini selain membangun raga, tentu kita juga harus membangun jiwa, sehingga revolusi mental yang akan kita terjemahkan ke depan itu bisa lebih jelas akan seperti apa," kata Hasto pada sambutan secara daring seminar nasional di Jakarta, Jumat.
 
Ia menjelaskan saat ini Indonesia tidak hanya menghadapi masalah kuantitas dan kualitas penduduk, tetapi juga masalah yang berkaitan dengan manusia itu sendiri.
 
"Kita masih bisa pilahkan kalau masalah fisik, secara proses biologis bisa terlihat dengan baik, tetapi dalam tubuh manusia itu sendiri ada yang sifatnya tidak kentara (intangible) yaitu bagaimana pembangunan jiwanya," ujar Hasto.
 
Kejadian-kejadian mental dan gangguan emosi relatif meningkat, lanjutnya, seperti toxic people, toxic relationship, dan toxic friendship, yang belakangan menjadi bahasan penting, sehingga menimbulkan konflik di dalam keluarga, serta mengakibatkan angka perceraian keluarga juga meningkat.

Baca juga: Masalah mental remaja meningkat dua kali saat pandemi
 
Hasto melanjutkan saat ini masalah gangguan mental dan emosi meningkat sebesar 9,8 persen, yang berpengaruh pada maraknya kejadian-kejadian narkotika atau napza, sehingga persoalan mental ini perlu menjadi perhatian bersama.
 
"Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) yang mendiskusikan tentang kuantitas, seperti properti, demografi itu masih sangat tangible dan dangkal. Namun, di balik itu semua, ada hal-hal yang tidak kelihatan, karena selama ini baik kepala daerah maupun Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang membangun rumah sakit itu, belum ada perhatian khusus untuk menyediakan bangsal jiwa dan membuat layanan khusus kejiwaan," katanya.

Dalam menyikapi profil kependudukan, menurutnya, tidak bisa hanya dilihat dari sisi demografi atau kuantitas, Melainkan juga dari sisi kualitas, termasuk menaruh perhatian pada permasalahan mental.
 
"Saya berharap pemetaan kependudukan bisa dilakukan tidak hanya serta-merta dari segi jumlah, tapi lebih baik lagi dari segi kualitas," tuturnya.

Baca juga: Waspada perubahan perilaku remaja awal tanda masalah mental
 
Ia memaparkan misalnya dari World Bank mengeluarkan Indeks Pembangunan Manusia, kemudian diterjemahkan menjadi bagaimana Sumber Daya Manusia (SDM) bisa dikapitalisasi untuk mempunyai high skill, medium skill, dan low skill.
 
"Ini menjadi salah satu bentuk mapping yang mengedepankan kualitas secara objektif dan bisa diukur dengan mudah," kata Hasto.
 
"Saya berharap betul kajian-kajian ini jangan linear saja, tetapi harapan saya bisa mengacu kepada sesuatu yang betul-betul kontekstual pada kebutuhan terkini," imbuhnya.
 
Meskipun angka stunting pada beberapa daerah sebagian besar mengalami penurunan, kata dia, pemda dan seluruh pemangku kepentingan tidak boleh berpuas diri, tetapi segera menyusun strategi untuk menghadapi tantangan lain yang sifatnya intangible ini.

Baca juga: Dokter: Kesehatan mental meliputi segala aspek kehidupan masyarakat
Baca juga: Kemenko PMK tekankan pentingnya Gerakan Nasional Revolusi Mental

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023