Karena masalah ini menyangkut antar negara sebaiknya pemerintah pusat turun tangan menyelesaikannya. Sebab kami sudah berjuang dan melakukan komunikasi dengan semua pihak terkait tapi belum ada tanda-tanda menjanjikan,"
Nunukan (ANTARA News) - Pemilik "speed boat" di Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur meminta campur tangan pemerintah pusat terkait pelarangan kapal cepat itu ke Tawau Sabah Malaysia yang telah berlangsung sejak empat bulan lalu.
Ketua Asosiasi Speed Boat Sebatik, Supardi, Selasa, mengaku pelarangan oleh pemerintah Sabah Malaysia sudah berlangsung selama empat bulan dan belum ada tanda-tanda untuk diperbolehkan kembali untuk beroperasi.
Supardi menyatakan, telah menempuh berbagai cara dengan berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait dengan masalah yang dihadapinya.
Menurut dia, pelarangan beroperasi ini sangat merugikan pemilik "speed boat" di pulau yang berbatasan langsung dengan Sabah Malaysia tersebut.
Bahkan, lanjut dia, pihaknya telah melakukan pendekatan dengan pemerintah Sabah dan Konsulat RI di Tawau dan Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu Sabah.
Tetapi sampai saat ini, belum ada juga kejelasan sehingga meresahkan pemilik "speed boat" dan warga di pulau itu karena tidak dapat berkunjung ke negara tetangga itu.
Ia juga mengaku telah menggelar pertemuan dengan melibatkan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan Pemkab Nunukan membicarakan masalah ini.
Namun tidak dapat menemukan solusi, sehingga dia meminta kepada pemerintah pusat untuk turun tangan karena menyangkut persoalan antar negara.
Supardi mengaku telah sangat prihatin dengan kondisi yang dialaminya tersebut akibat pelarangan itu yang menyebabkan penghasilan keluarganya semakin menurun.
"Karena masalah ini menyangkut antar negara sebaiknya pemerintah pusat turun tangan menyelesaikannya. Sebab kami sudah berjuang dan melakukan komunikasi dengan semua pihak terkait tapi belum ada tanda-tanda menjanjikan," keluh Supardi yang mengaku sedang berada di Tawau saat dihubungi.(KR-MRN/A041)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013