Semarang (ANTARA News) - Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Dr Mungin Eddy Wibowo, MPd menyatakan secara akademik ujian nasional (UN) hanya dilakukan satu kali untuk menjaga kualitas.
"Secara akademik ujian hanya satu kali dan kalau belum lulus harus mengulang dengan belajar lagi kemudian tahun depan siap untuk mengikuti ujian lagi," katanya usai menjadi pembicara pada seminar pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sabtu.
Menurut dia, bila ingin pendidikan di negeri ini benar-benar berkualitas, bukan hanya sekadar lulus, tetapi tidak berkualitas sebaiknya UN tetap dilakukan satu kali, karena ada anggapan kalau ujian ulangan itu pasti lulus.
"Kita tengarai, karena sudah diumumkan jauh hari sejak Desember 2005 bahwa ujian hanya satu kali motivasi belajar peserta didik tinggi sekali, demikian juga sekolah dan orang tua, tetapi begitu mendengar isu akan ada ujian ulangan motivasi menjadi kendor kembali," katanya.
Pembantu Rektor I Unnes ini mengatakan, adanya ujian ulangan tahun lalu, seolah-olah ujian ulangan itu pasti lulus. Kalau ada anggapan seperti itu lebih baik tidak ada ujian nasional karena harapannya kalau ujian pasti lulus, pada hal ujian itu ada lulus dan tidak.
"Bagi yang tidak lulus sebaiknya menganalisa diri, sekolah juga analisis kepada sekolah apakah gurunya dalam mengajar atau sarana prasarananya kurang dan sebagainya, kemudian diperbaiki sehingga menyiapkan diri untuk masa yang akan datang,"paparnya.
Ia mengatakan, BSNP sudah mengajukan kepada Mendiknas bahwa UN tetap satu kali, tidak ada ujian ulangan.
"Kita ingin berusaha mengkondisi kepada masyarakat dan peserta didik untuk bisa mengukur suatu kualitas pendidikan salah satunya adalah menggunakan UN sebagai standar nasional, dari situ dapat dipeta mutu pendidikan pada setiap satuan pendidikan," katanya.
Mungin mengatakan, dari pemetasan itu akan dapat dilakukan suatu upaya pembinaan dan bantuan kepada satuan pendidikan.
"Jadi kalau belum bisa mencapai standar yang ditetapkan apakah karena kualifikasinya masih rendah atau pendidiknya yang masih kurang itu tentunya nanti akan dipenuhi, demikian juga sarana prasarananya yang belum memenuhi, secara bertahap akan dilakukan untuk itu," katanya.
Ia mengatakan, kelulusan dengan nilai 4,26 merupakan standar yang paling rendah, karena di negara lain sudah menggunakan standar minimal 6,00 bahkan Malaysia sudah 7,00 sebagai syarat kelulusan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006