..karena KRL ekonomi adalah salah satu transportasi massal"

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Penumpang Kereta (Aspeka) Ahmad Syafrudin meminta agar PT Kereta Api tidak menghapus layanan kereta rel listrik kelas ekonomi karena keberadaannya masih sangat butuhkan terutama oleh masyarakat menengah ke bawah.

"Karena KRL Ekonomi unit layanan untuk menengah ke bawah seperti kelas pekerja lepas, buruh pelabuhan, kuli angkut, dan sebagainya yang kira-kira berpenghasilan kisaran Rp900 ribu sampai Rp1,25 juta. Sebanyak 30 persen itu sudah terserap dari transportasi ini," ujar Ahmad Syafrudin dalam diskusi bertema "Perlukah KRL Ekonomi Jabodetabek Dilenyapkan" di Jakarta, Senin.

Menurut dia, berdasarkan UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian Pasal 151 tercatat bahwa penetapan tarif secara rasional oleh operator. Selisih antara tarif dengan daya beli masyarakat disubsidi oleh pemerintah pusat ataupun daerah.

"Jadi sebelum ada skema subsidi itu KRL ekonomi jangan dihapus. Dikembangkan skema subsidi KRL ekonomi dengan melibatkan pemerintah pusat dan daerah," ujarnya.

Ia mengatakan "cost benefit analysis" harus disusun untuk pengembangan perkerataapian sebagai bahan komunikasi dengan investor swasta dan pemerintah serta konsistensi mutu layanan.

"PT KAI dan PT KCJ seharusnya jangan mau jadi alat politik. Kalau tarif ditekan, seharusnya bisa dilawan. Perusahaan juga harus kuat dan membuat perencanaan yang matang untuk meyakinkan investor, DPR, Kementerian Keuangan,"ujarnya.

Sementara itu, Sekjen Aspeka Antonio Ladjar mengatakan, rencana PT Kereta Api Indonesia (KAI) menghapus kereta rel listrik (KRL) ekonomi di Jabodetabek, kurang tepat.

Karena, dalam sehari saja tidak kurang 80 ribu orang menggunakan jasa KRL ekonomi, atau dua kali dibanding penumpang KRL ber-AC.

"Kami sangat menentang, karena KRL ekonomi adalah salah satu transportasi massal," kata dia.

Menurut Ladjar, jika alasan yang digunakan PT KAI untuk menghapus KRL ekonomi karena kerugian, itu sama saja PT KAI tidak berpihak kepada rakyat kecil dengan menghapus subsidi.

"Kalau subsidi dihapus, buat apa kami bayar pajak? Saya pernah mendengar subsidi untuk kereta api ekonomi mencapai Rp700 miliar-Rp 800 miliar. Kemudian, Dirjen PT KAI mengusulkan naik jadi Rp1 triliun kepada pemerintah. Toh, misalkan harga BBM dinaikkan Rp5 per liter, saya rasa itu sangat cukup untuk menutup subsidi pengguna kereta ekonomi," kata dia.

Ia mengatakan jika alasan tidak adanya dana subsidi menjadi penyebab dihapuskannya KRL ekonomi, itu adalah hal yang tidak bijak.

"Saya tidak percaya kalau pemerintah tidak punya uang. Untuk subsidi BBM Rp 300 triliun saja mampu, masa subsidi Rp 1 triliun tidak mampu?," ujar dia.

Sebelumnya, Pakar Transportasi Iskandar Abubakar berpendapat tarif murah KRL Jabodetabek masih dibutuhkan karena sebagian penumpang berpenghasilan rendah masih menggunakannya sebagai moda transportasi andalan.

"Tarif rendah harus disubsidi. Tapi, apakah subsidi saat ini sudah memadai untuk melakukan perawatan kereta? Saya rasa tidak. Hal ini serupa terjadi pada Metromini kita yang juga hancur," kata Iskandar Abubakar di Jakarta, Senin.

Menurut anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) tersebut, pemerintah seharusnya tidak lepas tangan untuk mendorong agar tarif KRL tetap terjangkau.

"Tarif Metromini ditetapkan pemerintah. Tapi, operator juga diharuskan memberi diskon bagi pelajar. Diskon itu ditanggung operator, bukan pemerintah," ujarnya.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013