Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Ir. Evi Mutia M. Kes. mengatakan kandungan bisphenol A (BPA) pada plastik dapat memicu gangguan reproduksi baik pada pria maupun wanita.
“Dampak negatif BPA bisa mengganggu sistem reproduksi pada pria maupun wanita, memengaruhi fertilitas hingga berisiko terhadap kanker prostat pada pria,” kata Evi dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakan Eva dalam sarasehan bertajuk “Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat Melalui Regulasi Pelabelan Bisfenol A (BPA) pada AMDK” yang digelar USU bersama Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan, di Medan beberapa waktu lalu.
Baca juga: KLHK terapkan ekonomi sirkular untuk pengelolaan sampah berkelanjutan
BPA merupakan zat yang kerap digunakan dalam pembuatan kemasan plastik makanan dan minuman. Penggunaan BPA sejak lama menjadi sorotan dunia kesehatan karena dampak buruknya yang menakutkan bagi kesuburan dan dapat menimbulkan gangguan seksual pada pria dan wanita.
“Gangguan itu macam-macam bentuknya penurunan libido, sulit ejakulasi, diabetes, gangguan ginjal, kanker payudara hingga memicu perkembangan kesehatan mental Autism Spectrum Disorder,” kata Evi.
Kemasan plastik mengandung BPA juga ditengarai bisa mengganggu pertumbuhan embrio, janin, terjadinya feminisasi pada laki-laki, atau masa kanak-kanak yang kurang sehat, karena kemampuannya masuk ke dalam plasenta dan air susu ibu (ASI).
"Para peneliti dan pakar internasional mengingatkan bahwa risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh paparan BPA cukup banyak. Sehingga perlu keseriusan mengatasinya," kata pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) ini.
Baca juga: Penggunaan galon sekali pakai tambah timbunan sampah plastik di TPA
Evi Mutia mengatakan penggunaan BPA seharusnya mendapat perhatian besar dari semua pihak, khususnya produsen AMDK yang harusnya punya kesadaran dan tanggungjawab kepada konsumen.
Evi pun mengimbau BPOM untuk membuat regulasi dalam mengatasi ancaman bahaya BPA ini, mulai dari kewajiban mencantumkan informasi pada kemasan, sampai pada pengawasan yang ketat di post market.
Menanggapi itu, Kepala Ombudsman Sumut Abadi Siregar mengatakan bahwa tugas BPOM bukan hanya membuka atau memberi informasi, tetapi juga harus mengawasi produk air minum dalam kemasan (AMDK).
“Pasalnya, produsen harusnya punya tanggungjawab mengendalikan, untuk menekan seluruh potensi risiko yang ada pada produk yang mereka pasarkan," katanya.
Baca juga: BPOM: Labelisasi BPA galon guna ulang berdasarkan isu global dan sains
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023