Twitter populer sekali di Saudi dan memicu diskusi luas, dari soal agama sampai politik, padahal diskusi semacam ini kadang dianggap ilegal.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi menyebut jejaring sosial, khususnya Twitter, telah digunakan sebagai alat kaum militan untuk memicu kerusuhan, sementara Imam Besar Saudi menyebut para pengguna situs mikroblog ini sebagai badut-badut yang menghabiskan waktu untuk hal-hal tak berguna.
Harian berbahasa Inggris ini tidak menjelaskan bagaimana pihak berwenang membatasi kemampuan orang memposting di Twitter.
Koran ini sendiri dimiliki keluarga kerajaan dan dioperasikan oleh anak lelaki dari Putra Mahkota Salman.
Ironisnya salah satu dari investor terbesar Twitter adalah miliarder Pangeran Alwaleed bin Talal, keponakan Raja Abdullah yang juga pemilik saham Citi Group, News Corp dan Apple.
Belum lama ini Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Mayjen Mansour Turki menegaskan bahwa sejumlah kecil pendukung Alqaeda dan para aktivis Shiah di Saudi menggunakan media sosial untuk menggalang simpati dan memicu gejolak sosial. Namun dia menolak melarang media sosial.
Dua pekan lalu ulama terkemuka Saudi, Salman al-Awdah, yang mempunyai 2,4 juta follower, menggunakan Twitter untuk menyerang kebijakan keamanan pemerintah yang disebutnya terlalu keras dan bisa memicu kekerasan.
Sejumlah pangeran kerajaan juga menggunakan Twitter, termasuk Putra Mahkota Salman yang menjadi pewaris kerajaan dan Menteri Pertahanan Saudi, belum lama ini membuka satu akun resmi Twitter.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013