Dua pelaku ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2019.

Labuan Bajo (ANTARA) - Kepolisian Resor (Polres) Ngada, Nusa Tenggara Timur, baru menyerahkan dua pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke kejaksaan negeri (kejari) setempat meski mereka berstatus tersangka sejak 2019.

"Dua pelaku ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2019," kata Kapolres Ngada AKBP Padmo Arianto dalam keterangan yang diterima dari Bajawa, Kabupaten Ngada, Sabtu.

Kapolres lantas menjelaskan kenapa proses hukum perkara itu lama, antara lain, karena posisi para saksi dan tersangka di luar Kabupaten Ngada serta hasil penilaian dan ganti rugi (restitusi) dari LPSK RI juga relatif lama.

Perkara ini berawal ketika dua tersangka bernama Stanislaus Mamis (64) dan Rela Eustakius (57) merekrut korban MSW (15) untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di Jakarta. Korban tidak dilengkapi dokumen apa pun sebagai calon tenaga kerja. Namun, yang bersangkutan diberi janji upah atau gaji senilai Rp1,5 juta per bulan pada tahun 2015.

Pada tahun itu, korban bekerja sebagai PRT di tiga rumah, tetapi tidak pernah mendapatkan upah atau gaji sama sekali.

Karena tidak diberikan gaji, korban melarikan diri pada bulan September 2017. Korban lalu diamankan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi DKI Jakarta karena disangka seorang gelandangan.

Korban sempat dibawa ke tempat penampungan orang dengan gangguan jiwa selama 2 bulan untuk direhabilitasi, lalu dibawa ke Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta untuk ditampung sementara selama sebulan.

Baca juga: AS apresiasi Indonesia manfaatkan keketuaan ASEAN untuk tangani TPPO
Baca juga: LPSK: Restitusi adalah hal penting bagi korban TPPO

Keberadaan korban diketahui oleh Kelompok Kerja Menentang Perdagangan Manusia. Korban lantas dibawa petugas ke Susteran Kongregasi Gembala Baik Jakarta untuk direhabilitasi selama 3 minggu.

"Sebelum difasilitasi pemulangan oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), asesmen internal IOM menerangkan bahwa korban merupakan korban perdagangan orang," ungkapnya.

Berkat dampingan dari Kelompok Kerja Menentang Perdagangan Manusia, korban melapor kejadian itu ke Polres Ngada pada bulan Januari 2018.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2019, proses hukum relatif cukup panjang karena keberadaan para saksi dan tersangka di luar wilayah Ngada.

Pemeriksaan terhadap delapan orang saksi dan dua orang ahli serta penyitaan dokumen terkait perekrutan calon tenaga kerja tersebut.

Setelah berproses mulai 2019, berkas dinyatakan lengkap, Polres Ngada menyerahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II) ke jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Ngada pada hari Rabu (26/7).

Atas perbuatan tersebut, para pelaku disangkakan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 6 Undang-Undang Nomor Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Pewarta: Fransiska Mariana Nuka
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023