Untuk itu, Rerie sapaan karibnya, menegaskan bahwa sejatinya kepemimpinan tidak melekat pada gender, melainkan pada person.
"Berdasarkan catatan sejarah bangsa ini, sesungguhnya perempuan Indonesia memiliki potensi yang melekat sebagai pemimpin," kata Rerie dalam keterangan diterima di Jakarta, Jumat.
Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara kunci secara daring pada acara Indonesia Most Powerful Women Awards 2023 bertema "Leadership Beyond Gender" yang digelar herstory.co.id, Kamis (27/7).
Rerie menerangkan bahwa pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan Nusantara, hadir para pemimpin perempuan, di antaranya Ratu Shima (Kalingga), Ratu Kalinyamat (Jepara), Sultanah Safiatuddin (Aceh), Ratu Boki (Ternate), dan pemimpin zaman kerajaan lainnya.
"Mereka memiliki kemampuan melawan penjajah, bahkan mengubah peradaban," ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan, sejumlah perempuan dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional lantaran mampu memimpin kelompok masyarakat di daerah tertentu untuk memerangi penjajah.
"Antara lain, Laksamana Malahayati, Martha Christina Tiahahu, dan Raden Ajeng Kartini," terangnya.
Menurut dia, distorsi tentang peran perempuan Indonesia yang didaulat hanya berurusan dengan hal-hal domestik kemungkinan terjadi pada periode kolonialisasi, dengan konsekuensi asimilasi nilai dan akulturasi budaya.
Akibatnya, tambah dia, pandangan pada kepemimpinan perempuan Indonesia dalam catatan sejarah berbeda dengan kondisi saat ini, yang memunculkan sejumlah tantangan, utamanya terkait anggapan bahwa perempuan adalah warga kelas dua.
Sehingga, dia menilai dibutuhkan inisiatif individual dan komunal untuk menyudahi tantangan paradigma pemikiran, serta tendensi dan habitus publik yang memandang perempuan sebagai warga kelas dua.
"Bagaimana kita bisa kembali pada semangat kepemimpinan perempuan warisan sejarah Nusantara agar setiap individu punya kesempatan yang sama? Perubahan itu harus dimulai dari perubahan pola pikir," katanya.
Terakhir, Rerie lantas mengutip buku karya Valencia Ray (2013) berjudul "Leadership Beyond Gender: Transcend Limiting Mindsets to Become a More Engaging Leader", yang menyebut bahwa sejatinya visi kepemimpinan untuk meningkatkan kehidupan manusia, tidak memiliki gender dan tidak terbatas.
Baca juga: Menteri PPPA sebut perempuan negosiator yang mumpuni dalam perdamaian
Baca juga: ILLC soroti peran perempuan dalam dunia teknologi
Baca juga: Perempuan harus lebih berani saat rintis karier di industri teknologi
Baca juga: Wakil Ketua MPR dorong kompetensi perempuan di dunia kerja
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023