Jakarta, 27/3 (ANTARA) - Peran kepemimpinan menjadi sangat strategis dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan dengan pendekatan Ekonomi Biru. Sumberdaya alam yang melimpah akan menjadi kurang berarti apabila tidak ada peran kepemimpinan yang mampu menggerakan segenap potensi yang ada dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam tersebut. Oleh karena itu, Perguruan tinggi mempunyai peran yang sangat penting untuk menyiapkan pemimpin-pemimpin yang mampu mewujudkan tujuan pembangunan melalui pendekatan Ekonomi Biru. "Untuk itu, perguruan tinggi dituntut untuk lebih menekankan pada kegiatan pengembangan kepemimpinan bagi para mahasiswa yang menumbuhkan semangat entrepreneurship". Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, pada kuliah umum di civitas akademika Universitas Trilogi, di Jakarta (27/03).

Ekonomi Biru merupakan sebuah model ekonomi baru untuk mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. Paradigma Ekonomi Biru mengajak kita belajar dari alam dan menggunakan logic of ecosystem di dalam menjalankan pembangunan. Untuk itu, penerapan konsep Ekonomi Biru membutuhkan dukungan pengetahuan dan teknologi. Implementasinya di sektor Kelautan dan Perikanan membutuhkan cutting-edge innovations yang tidak hanya mampu memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelajutan, tetapi lebih konkrit inovasi sistem produksi bersih tanpa limbah. Ekonomi Biru hanya akan menjadi sebuah konsep semata tanpa ada peran entrepreneurs atau investor. Dunia riset dan teknologi harus dekat dengan dunia usaha, hasil-hasil riset harus benar-benar terbukti memadai. Kolaborasi dan integrasi antara dunia pendidikan atau riset, pemerintah dan swasta adalah kunci dalam implementasi Ekonomi Biru. “Universitas Trilogi sebagai center of excellence yang memiliki kepakaran dalam dunia riset dan pengembangan teknologi perlu menyambut baik tantangan ini, karena saya yakin Ekonomi Biru adalah masa depan dan kita sedang menuju ke sana,” tandas Sharif.

Menurut Sharif, konsep Ekonomi Biru memang bukan identik dengan ekonomi kelautan atau ocean-based economy, namun prinsip-prinsip dasarnya dapat diterapkan di sektor kelautan dan perikanan, terutama untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien dan tidak merusak lingkungan, namun mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Ekonomi Biru (blue economy) juga bukan Ekonomi Hijau (green economy) yang diterapkan di sektor kelautan dan perikanan, karena ada beberapa prinsip yang tidak begitu pas dengan karakteristik sektor kelautan dan perikanan. “Ekonomi Biru pada akhirnya akan menjamin bahwa suatu pembangunan yang dijalankan tidak hanya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi juga menciptakan lebih banyak lapangan kerja sekaligus menjamin terjadinya keberlanjutan,” paparnya.

Terus Dikaji

Penerapan konsep Ekonomi Biru dalam pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan akan terus dikaji dan disempurnakan. Pendekatan Ekonomi Biru dikembangkan untuk mendorong peningkatan peran swasta dalam pembangunan ekonomi pro lingkungan melalui pengembangan bisnis dan investasi inovatif dan kreatif. Tujuannya tidak lain menghasilkan peningkatan pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja yang semakin luas dan pendapatan masyarakat meningkat, namun langit dan laut tetap biru. “Dalam kaitan ini, kebijakan pembangunan sektor Kelautan dan Perikanan akan diarahkan untuk mendorong agar para pelaku pembangunan, terutama bisnis dan investor dapat mengembangkan usahanya dengan prinsip-prinsip efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam dengan menghasilkan lebih banyak produk turunan dan produk lain terkait, sehingga menghasilkan revenue lebih besar,” jelas Sharif.

Pendapatan dari produk turunan, lanjut Sharif, diharapkan dapat memberikan hasil jauh lebih besar dari produk awal. Prinsip lainnya, adalah inovasi dan kreativitas dalam berbisnis, termasuk di dalamnya diversifikasi produk, sistem produksi, pemanfaatan teknologi, financial engeneering, dan menciptakan pasar baru bagi produk-produk yang dihasilkan. Selain itu, yang penting adalah perubahan secara dramatis cara berbisnis, yaitu dengan cara berpikir out of the box. Beberapa contoh penerapan konsep blue economy, dengan memanfaatkan potensi beberapa komoditas hasil laut, antara lain ikan segar dapat menghasilkan ikan kaleng, beku, tepung ikan, minyak ikan, makanan ternak, kulit samak, gelatin, dan kerajinan. Dari produk tersebut dapat dihasilkan produk turunan paling tidak 6 jenis. Udang dapat menghasilkan daging udang dan limbah udang sebagai bahan baku. ”Limbah udang diproses menjadi khitin dan khitosan. Semantara khitin menghasilkan berbagai produk seperti: bahan untuk fotografi, kertas, farmasi, kosmetik, pengolahan dan pengawetan kayu, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Potensi KP

Sharif memaparkan, laporan Food Agricultural Organization (FAO) tahun 2012 menunjukkan bahwa produksi ikan dunia dari kegiatan penangkapan di laut maupun di perairan umum cenderung stagnan dalam lima tahun terakhir, yaitu dari 90 juta ton pada tahun 2006 menjadi 90,4 juta ton pada tahun 2011. Sementara di sisi lain, produksi ikan dari kegiatan budidaya mengalami peningkatan cukup pesat dari 47,3 juta ton menjadi 63,6 juta ton pada periode yang sama. Di sisi lain, potensi lestari sumberdaya perikanan tangkap laut Indonesia sekitar 6,5 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 5,03 juta ton pada tahun 2011 atau 77,38%. “Dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan laut tersebut, harus diakui bahwa di beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) tertentu seperti Laut Jawa, telah terjadi over fishing. Sementara di perairan lainnya seperti Laut Cina Selatan, Arafura dan lain sebagainya, potensi ikannya belum dimanfaatkan secara optimal.” ujarnya.

Dijelaskan, potensi perikanan budidaya payau atau tambak mencapai 2,96 juta hektar dan baru dimanfaatkan seluas 682.857 hektar 23,04%) serta potensi budidaya laut yang mencapai luasan 12,55 juta hektar dengan tingkat pemanfaatan yang relatif masih rendah, yaitu sekitar 117.649 hektar atau 0,94%. Potensi perikanan budidaya ini akan semakin besar, apabila kita memasukan potensi budidaya air tawar seperti kolam 541.100 ha, budidaya di perairan umum 158.125 ha dan mina-padi seluas 1,54 juta ha. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi perikanan budidaya mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan produksi perikanan tangkap. Sementara pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) perikanan pada tahun 2012 mencapai angka 6,48%, dengan nilai nominal sebesar Rp 57,69 triliun. “Ekspor hasil perikanan telah mengarah pada produksi bernilai tambah, dengan pertumbuhan pada periode 2011–2012 sebesar 11,62%, sedangkan nilai impor pada periode yang sama mengalami penurunan sebesar 15,43%. Dengan demikian, neraca perdagangan perikanan pada tahun 2012 mengalami surplus sebesar US$ 3,52 miliar,” jelasnya.

Industrialisasi Kelautan dan Perikanan

Menurut Sharif, pembangunan Kelautan dan Perikanan yang telah dilaksanakan selama ini telah membawa hasil yang cukup menggembirakan, akan tetapi perubahan tatanan global serta nasional yang berkembang dinamis, menuntut adanya percepatan pembangunan Kelautan dan Perikanan. Oleh karena itu, dengan mengedepankan empat pilar strategi pembangunan sosial-ekonomi, yaitu pro-growth, pro-poor, pro-job, dan pro-environment, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaksanakan kebijakan percepatan industrialisasi kelautan dan perikanan. “Industrialisasi dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan, sekaligus meningkatkan daya saing yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi,” jelasnya.

Sharif menegaskan, untuk mendukung kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan, terdapat 7 (tujuh) kegiatan yang harus dilakukan. Di antaranya, pertama, peningkatan nilai tambah produk perikanan, dengan harapan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, peningkatan daya saing produk perikanan, melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi. Ketiga, modernisasi sistem produksi hulu dan hilir, dengan memperhatikan seluruh rantai nilai (value chain). Keempat, penguatan pelaku industri perikanan, melalui peningkatan jumlah dan kualitas industri perikanan serta pembinaan hubungan antar entitas sesama industri maupun industri dengan konsumen. Kelima, menyangkut kegiatan yang berbasis komoditas, wilayah dan sistem manajemen, karena industrialisasi difokuskan pada komoditas unggulan sesuai dengan permintaan pasar. Sementara basis wilayah dan sistem manajemen dilakukan agar pelaksanaan program industrialisasi dapat terintegrasi, sesuai dengan sebaran sumberdaya alam yang ada. Keenam, masalah keberkelanjutan, dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal disatu sisi dan perlindungan terhadap sumberdaya perikanan dan lingkungan di sisi lain. “Kegiatan ketujuh, adalah transformasi sosial, terjadi karena adanya perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri yang modern, baik dalam berfikir maupun berprilaku sesuai karakteristik masyarakat industri,” paparnya.

Pada kesempatan yang sama Menteri Sharif juga menandatangani Kesepakatan bersama antara KKP dengan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri dan Universitas Trilogi Jakarta. Kesepakatan bersama ini menyangkut tentang Pengembangan Ekonomi Biru melalui Pendidikan, Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Di mana ruang lingkup kesepakatan bersama ini di antaranya meliputi pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengabdian kepada masyarakat di bidang kelautan dan perikanan. Selain itu, peningkatan peran dalam upaya pengembangan ekonomi biru melalui Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) dan peningkatan nilai tambah produk-produk yang dihasilkan oleh wirausaha-wirausaha mikro dan kecil dalam pemberdayaan keluarga dan masyarakat. MOU juga menyepakati pengembangan teknopreneur, kolaborasi dan kemandirian bagi pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan untuk kemakmuran masyarakat secara berkesinambungan.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0818159705)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013