Berdasarkan hasil analisis yang kami lakukan, kami menilai bahwa RUU PPH ini cacat hukum maupun cacat substansi,"

Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Masyarakat Sipil menilai RUU Pemberantasan Pengerusakan Hutan (PPH) cacat hukum karena berpotensi merugikan rakyat dan melindungi perusahaan perusak hutan.

"Berdasarkan hasil analisis yang kami lakukan, kami menilai bahwa RUU PPH ini cacat hukum maupun cacat substansi," kata Deddy Ratih, Manajer Kampanye Hutan Walhi di Jakarta, Selasa.

Deddy menjelaskan, RUU PPH dinilai cacat karena tidak akan mampu menyelesaikan persoalan perusakan hutan. Di samping itu mempercepat upaya legalisasi pertambangan dan perkebunan di dalam kawasan hutan.

Koordinator Program Pembaruan Hukum dan Resolusi Konflik Perkumpulan HuMa Siti Rakhma Mary juga menambahkan bahwa RUU PPH menghambat pemberantasan korupsi di sektor kehutanan.

"Juga ada ketidaksinkronan antar beberapa pasal," ujar Siti Rakhma seraya menambahkan RUU tersebut akan mengacaukan sistem hukum pidana.

Juga dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang definisi kawasan hutan, mengkriminalisasi masyarakat adat dan masyarakat lokal.

Di samping itu juga tidak sistematis, tidak jelas apakah RUU ini undang-undang tindak pidana atau undang-undang administrasi.

Pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)-Hutan Alam dan Perhutani tidak termasuk dalam undang-undang ini padahal kerusakan hutan yang dilakukannya terencana dan dalam jumlah besar, jelas Siti. Dan adanya pembentukan lembaga baru yang tidak perlu.

RUU PPH diusulkan atas pertimbangan tingginya laju deforestasi dan degradasi oleh kejahatan sistematis terorganisir dalam sektor utama pertambangan, perkebunan dan pembalakan liar skala besar.

"Hanya saja dalam substansi pasal per pasalnya RUU ini justru diarahkan untuk menyelamatkan perusahaan tambang dan perkebunan dan justru akan menjadi alat baru mengkriminalisasi serta memisahkan rakyat dari sumber kehidupannya," kata Dede Shineba dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya permasalahan aktivitas tanpa ijin namun juga disebabkan oleh aktivitas illegal perusahan-perusahaan berijin, misal land clearing PBS dengan cuma mengantongi Ijin Lokasi, land clearing perusahaan tambang yang baru mengantongi ijin eksplorasi.

Untuk itu Koalisi masyarakat sipil mendesak pembatalan pengesahan RUU PPH tersebut, mendesak pemerintah dan DPR RI memperbaiki UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 dengan mengakomodir kepentingan masyarakat yang turun temurun memelihara hutan dan mengelola sumberdaya alam serta melakukan penindakan hukum atas kejahatan kehutanan yang dilakukan oleh perusahaan dengan tegas.
(D016)

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013