Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta agar langkah untuk menghadapi dampak cuaca ekstrem akibat fenomena El Nino dioptimalkan, yakni dengan mengupayakan langkah antisipatif dan adaptif.
Lestari, dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu menyebut perlu pula disediakan kebijakan yang dibutuhkan untuk menjamin ketahanan pangan, kesehatan, dan ekonomi.
"Kita harus mengoptimalkan semua potensi yang kita miliki untuk bisa menjawab berbagai ancaman terkait dampak perubahan iklim dan kemarau panjang yang diperkirakan akan melanda Indonesia," kata dia.
Dia menyoroti catatan World Meteorological Organization (WMO) pada Mei 2023 yang menyebut suhu global cenderung meningkat dan mencapai rekor baru dalam lima tahun mendatang.
Kondisi tersebut dipicu oleh gas rumah kaca yang memerangkap panas dan secara alami menyebabkan terjadinya peristiwa El Nino.
“Bagaimana kita bersikap dan penerapan strategi yang tepat, sangat menentukan dalam menekan dampak dari perubahan iklim dan El Nino yang terjadi,” kata dia.
Di sisi lain, Lestari mengatakan dampak dari setiap fenomena cuaca kerap kali sulit dihindari. Oleh karena itu, ia berpendapat informasi terkait cuaca sangat dibutuhkan.
Menurutnya, informasi yang disediakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) saat ini sudah cukup akurat, sehingga bisa menjadi acuan bagi masyarakat dalam menyikapi dampak sejumlah fenomena cuaca yang terjadi.
Lebih lanjut, ia menyebut berbagai upaya dalam menyikapi dampak perubahan iklim juga harus ditempatkan sebagai bagian dari pemenuhan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs nomor 13.
“Yaitu penanganan perubahan iklim dengan mengambil tindakan sesegera mungkin untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya,” ucap Lestari saat membuka diskusi daring bertema Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Puncak Ancaman El Nino di 2023, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu.
Pada kesempatan tersebut, Plt. Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rustian, mengutip pidato Presiden Joko Widodo, mengatakan perubahan iklim merupakan kondisi yang ditakuti dunia saat ini.
Hal itu, kata Rustian, karena perubahan iklim berpengaruh terhadap meningkatnya frekuensi bencana, seperti bencana hidrometeorologi yang menyebabkan kekeringan, peningkatan suhu, hingga kebakaran hutan.
“Catatan BNPB, pada rentang 1 Januari 2023-25 Juli 2023 tercatat 2034 kejadian bencana. Pada pekan terakhir Juli 2023, bencana di Indonesia masih diwarnai oleh kebakaran hutan, banjir, puting beliung, kekeringan dan tanah longsor,” tambah dia.
Rustian megimbau, masyarakat harus mewaspadai dampak El Nino, khususnya pada rentang Agustus hingga September 2023. Dia pun berharap pemerintah dan masyarakat dapat mengutamakan pencegahan dalam menyikapi perubahan iklim.
“Infrastruktur harus tersedia hingga skala kecil dan mencari solusi permanen agar tidak ada pembukaan lahan secara membakar,” imbuh dia.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan fenomena cuaca di Indonesia unik karena dipengaruhi samudera Hindia dan samudera Pasifik, serta benua Asia dan Australia.
Ia menjelaskan, saat ini iklim Indonesia dipengaruhi oleh angin monsoon yang dingin dari Australia. Namun, karena suhu muka air samudera Pasifik lebih panas daripada suhu permukaan samudera Hindia, angin bergerak ke arah samudera Pasifik membawa uap air yang ada di Indonesia, sehingga potensi kekeringan pun meningkat.
“Kondisi tersebut harus diantisipasi sejak dini,” kata Dwikorita.
Dikatakan Dwikorita, fenomena El Nino tahun ini diperkirakan tidak separah tahun sebelumnya. Meski begitu, ia memastikan BMKG tetap melakukan observasi, pengawasan, dan prediksi terkait kondisi cuaca dan iklim untuk sepuluh hari ke depan.
Baca juga: Pemerintah memodifikasi cuaca untuk membasahi kubah gambut
Baca juga: Jokowi minta Pemda perbanyak bantuan sembako antisipasi El Nino
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023