Jembatan tersebut ada di ruas jalan utama yang menghubungkan Kabupaten Manokwari dengan Kabupaten Pegunungan Arfak

Manokwari (ANTARA) - Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Papua Barat percepat pembangunan Jembatan Demaisy yang terputus akibat banjir beberapa waktu lalu.

Kepala Dinas PUPR Papua Barat, Yohanis Momot di Manokwari, Papua Barat, Rabu, mengatakan jembatan tersebut ada di ruas jalan utama yang menghubungkan Kabupaten Manokwari dengan Kabupaten Pegunungan Arfak.

“Saat ini konstruksi jembatan sudah terpasang, tinggal 'finishing' dan cat. Mungkin sekitar awal Agustus 2023 sudah bisa digunakan secara baik dan nyaman,” kata Yohanis.

Yohanis mengatakan, pihaknya memasang jembatan model bailey karena bersifat darurat. Panjang jembatan mencapai 30 meter dengan anggaran pembangunan Rp1,5 miliar bersumber APBD Provinsi Papua.

Baca juga: Jembatan Cikereteg di Jalan Bogor-Sukabumi mulai dibuka untuk mobil

Jembatan bailey adalah jembatan rangka baja ringan berkualitas tinggi. Jembatan ini mudah untuk dipindahkan atau movable dan umumnya digunakan sebagai jembatan darurat bersifat sederhana.

“Tapi kelemahannya jembatan ini hanya bisa dilalui satu mobil saja, jadi harus lewat bergantian,” katanya.

Yohanis mengatakan, Pemprov Papua Barat bergerak cepat karena menganggap pentingnya posisi jembatan tersebut. Jangan sampai akses jalan Manokwari-Pegunungan Arfak terputus jelang pilkada saat ini.

“Jembatan Demaisy ini ada di Distrik Minyambauw. Jadi kalau dari Manokwari mau ke Ibu Kota Pegunungan Arfak paling dekat lewat jalan itu. Ada jalan lain tapi harus putar jauh sekali,” ujarnya.

Baca juga: Pembangunan jembatan ke-7 di Sungai Martapura Banjarmasin 2023 ini

Yohanis menjelaskan, meskipun jembatan model bailey dapat digunakan dalam waktu yang sangat lama, namun pihaknya tetap berencana membangun jembatan permanen. Namun pembangunannya membutuhkan waktu yang lama.

“Tentu karena keterbatasan anggaran, jika membangun jembatan permanen harus multiyears, 2-3 tahun, karena jembatan permanen harus konstruksi beton dan keseluruhan jembatan panjangnya 60 meter. Jadi tentu membutuhkan anggaran sangat besar,” ujarnya.

Yohanis menambahkan, meski dikebut tapi pembangunan jembatan tersebut menemui beberapa kendala. Salah satu kendala utama adalah daerah tersebut sedang musim hujan, sehingga sering terjadi banjir dan longsor. Bahkan, pihaknya harus mengalihkan aliran air yang ada di bawah jembatan tersebut.

“Kita harus kerja selalu diterpa banjir setiap hari. Hampir lebih 1 bulan coba mengatur jalan air, sehingga arah air bisa dikendalikan. Kendala lain, jembatan bailey ini ada di Manokwari yang harus kita bawa ke Pegunungan Arfak. Padahal bahannya besar-besar,” jelasnya.

Baca juga: Ridwan Kamil berharap Jembatan Otista jadi ikon baru Kota Bogor

Pewarta: Ali Nur Ichsan
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023