Yang penting bagi UMKM adalah akses yang mudah dan cepat untuk mendapatkan kredit"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono berpendapat transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) mikro mendorong persaingan yang lebih baik untuk segmen kredit mikro.
"Keterbukaan informasi suku bunga dasar kredit (SBDK) mikro berdampak positif dan berpeluang menurunkan suku bunga kredit mikro," kata Sigit Pramono saat ditemui di Jakarta, Senin.
Bank Indonesia telah menyempurnakan Surat Edaran sebelumnya melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.15/1/DPNP tanggal 15 Januari 2013 perihal Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), dengan menambahkan ketentuan terkait.
Di antaranya, menambahkan segmen kredit baru di dalam pelaporan dan publikasi SBDK, yaitu SBDK kredit mikro, atau kredit yang disalurkan kepada usaha mikro, sehingga SBDK yang dipublikasikan mencakup semua segmen kredit yang ditawarkan oleh bank, yaitu kredit korporasi, kredit ritel, kredit mikro dan kredit konsumsi (KPR dan non-KPR)
Menurut dia, untuk suku bunga kredit mikro persoalannya memang lebih rumit karena pelakunya beda seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), lembaga keuangan mikro dan sebagainya.
"Untuk sektor kredit mikro, ini tingkatan bunganya tinggi karena sebetulnya lebih banyak mahal itu bukan karena dari segi `cost of fund` (biaya pendanaan) tapi ditentukan oleh ongkos untuk menagihnya. Kalau di BPR atau lembaga keuangan mikro penagihan bisa setiap hari seperi ke pasar, ke los pedagang-pedagangnya. Jadi biaya operasional (overhead) itu menjadi tinggi," kata dia.
Perlu diingat, kata dia, untuk sektor kredit mikro itu nasabah maupun masyarakatnya berbeda dimana dari segi tingkat pendidikan dan pemahaman terhadap suku bunga itu rendah.
"Jadi harus dikaji secara hati-hati sekali apakah manfaatnya lebih banyak dari keburukannya," teganya.
Ia mencontohkan, suku bunga yang diumumkan belum termasuk premi risiko. Dikatakan x bunga dasarnya, tetapi kemudian dikenakan premi risiko dimana untuk pengusaha mikro itu besar sekali.
"Jadi bunga kredit mikronya tinggi dan itu beda sekali dengan yang diumumkan. Karena itu, perlu ada penjelasan yang panjang sehingga tidak menimbulkan kemarahan orang dan sebagainya," papar dia.
Namun, lanjutnya, untuk sektor UMKM hal terpenting bukanlah tingginya suku bunga kredit, tetapi adalah akses usaha kecil dan mikro untuk mendapatkan kredit dengan mudah dan cepat.
"Yang penting bagi UMKM adalah akses yang mudah dan cepat untuk mendapatkan kredit. Suku bunga kredit di BPR masih banyak yang di atas 30 persen tetapi mereka ambil karena prosesnya cepat," ujarnya.
Ia mengungkapkan masih tingginya premi risiko di tanah air karena Indonesia pernah mengalami krisis. Waktu krisis, Non-Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah besar, dan bank masih khawatir pada industri tertentu yang NPL-nya besar di masa krisis.
"Selain itu, persaingan yang makin ketat dewasa ini juga menyebabkan margin laba makin tipis. Sepuluh bank teratas saja berebut mendapatkan dana," kata dia.
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013