Jakarta (ANTARA News) - Adnan Buyung Nasution yang mewakili terdakwa mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komisaris Jenderal Suyitno Landung, mempermasalahkan jumlah Jaksa Penuntut Umum yang diperbolehkan ikut dalam pemeriksaan perkara di persidangan. "Berdasarkan Undang-undang Kewenangan Kehakiman, yang berhak hadir dalam persidangan adalah satu orang jaksa," kata Buyung dalam sidang perkara Suyitno Landung di PN Jakarta Selatan, Kamis. Buyung mengutip pasal 17 UU No 4 tahun 2004 tentang Kewenangan Kehakiman yang berbunyi, "Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim, dibantu oleh seorang panitera. Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum." Menurut Buyung, kehadiran tim Jaksa Penuntut Umum dalam ruang sidang tidak dipermasalahkan, namun yang berhak mengenakan toga dan ikut memeriksa atau menanggapi pemeriksaan hanya satu orang saja. "Kalau ketua tim berhalangan, baru yang lain boleh menggantikan. Ini tradisi," kata pengacara berambut putih itu. Menanggapi pernyataan tersebut, tim Penuntut Umum yang diketuai oleh M. Hudi menyatakan bahwa tujuh jaksa yang tercatat dalam anggota timnya itu telah mendapat surat perintah dari Jaksa Agung. Penuntut Umum meminta keadilan pada Majelis Hakim dengan memberlakukan hal yang sama terhadap jumlah penasehat hukum yang ikut memeriksa perkara tersebut. "Kedudukan Jaksa dan Pengacara berbeda. Pengacara mewakili individu sementara Jaksa mewakili institusi," kata Buyung yang menghadirkan tiga rekannya itu menanggapi pernyataan Hudi. Ketua Majelis Hakim Soedarmadji menanggapi debat antara jaksa dan pengacara itu dengan menyatakan bahwa yang memiliki hak untuk ikut dalam pemeriksaan di persidangan dibatasi sebanyak tiga jaksa sehingga diharapkan adanya koordinasi dari anggota Tim Penuntut Umum sebelum persidangan. "Keberatan masing-masing pihak akan dicatat oleh panitera," kata Soedarmadji menambahkan. Klien Buyung, Suyitno Landung (56), didakwa melakukan korupsi dalam penyidikan pembobolan L/C fiktif BNI Kebayoran Baru melalui penerimaan gratifikasi berupa satu unit mobil Nissan X-Trail seharga Rp247 juta bernomor polisi B 8920 AP dari Adrian Waworuntu (terpidana seumur hidup) yang waktu itu berstatus tersangka kasus pembobolan BNI Kebayoran Baru oleh PT Gramarindo Grup. Sidang dilanjutkan Kamis, 29 Juni dengan agenda pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi atau nota keberatan dari kuasa hukum Suyitno Landung yang dibacakan pada Kamis ini (22/6).(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006