Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan intervensi perikanan tangkap pada pertemuan internasional Fish Week kluster keempat di World Trade Organization (WTO) Jenewa. Intervensi tersebut terangkum dalam proposal yang memuat enam prinsip dasar posisi Indonesia di WTO.


Kepala Biro Hukum KKP Effin Martiana yang menjadi ketua delegasi RI menyampaikan prinsip pertama dalam proposal tersebut adalah preferensi atas pendekatan hybrid. Menurutnya pendekatan ini dapat dibahas lebih lanjut guna memberikan keseimbangan yang tepat antara larangan subsidi yang berbahaya dan pencapaian tujuan keberlanjutan.


“Dokumen W20 saat ini memberikan fleksibilitas luas bagi sebagian anggota, sementara sebagian anggota tidak dapat mengakses fleksibilitas yang terkandung di dalamnya,” ungkapnya pada pertemuan yang berlangsung pekan lalu, 10 s.d 14 Juli 2023.


Lebih lanjut, Effin menekankan konsep “polluters pay principle” harus dikedepankan dalam negosiasi perjanjian perikanan yang komprehensif menjadi prinsip kedua. Secara historis, penurunan sumber daya perikanan selama beberapa dekade terakhir terutama disebabkan oleh subsidi berbahaya (hamful subsidies) untuk meningkatkan kapasitas yang diberikan oleh segelintir anggota pemberi subsidi yang besar (big subsidizers).


Prinsip yang ketiga adalah Special and differential treatment (SDT) yang tepat harus dan integral dapat mengatasi ketimpangan tersebut serta memberikan ruang kebijakan yang cukup bagi negara berkembang dan LDC untuk mengembangkan industri perikanan mereka.


Sementara prinsip keempat berupa pentingnya menargetkan penangkapan ikan yang dilakukan oleh industri perikanan skala besar yang beroperasi di luar yurisdiksi negara anggota. Pendefinisian industri perikanan skala besar dilakukan agar dapat mendisiplinkan praktik penangkapan ikan mereka secara efektif.


Selanjutnya berupa pengakuan terhadap hak anggota menangkap ikan di dalam yurisdiksi nasionalnya hingga wilayah ZEE, merupakan inherent rights yang diberikan oleh UNCLOS 1952. Prinsip yang terakhir semua anggota WTO harus dapat melakukan pengelolaan perikanan (Fisheries Management/FM) berkelanjutan yang baik.


Di kesempatan yang sama, Pengelola Produksi Perikanan Tangkap (P3T) Utama Nilanto Perbowo yang turut menjadi delegasi RI mengatakan Indonesia telah melakukan pertemuan bilateral yang difokuskan untuk menyamakan pandangan dan mengkonsolidasikan posisi dengan negara berkembang, yaitu dengan: Malaysia, Thailand, kelompok Amerika Latin, kelompok ACP, India dan Fiji.


“Di pertemuan itu, disepakati catatan dan saran tindak lanjut agar di negara berkembang dan kurang berkembang menyasar target yang sama yaitu penguatan pengaturan untuk large-scale industrial fishing serta afirmasi terhadap special and differential treatment (SDT) dan hak coastal states untuk memanfaatkan sumber daya perikanan pada wilayah yurisdiksinya,” tandasnya.


Sebagaimana diketahui, upaya melindungi nelayan dan menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan menjadi prioritas KKP yang dinakhodai Menteri Sakti Wahyu Trenggono. Sebelumnya, Trenggono menyampaikan kepada jajarannya untuk menjadikan ekologi sebagai panglima pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan agar keseimbangan sosial dan ekonomi dapat terwujud.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023