Muhammad Arif kehilangan enam sanak familinya yang meninggal dalam musibah perahu tenggelam di Teluk Liana Bangai Kecamatan Mawasangka Timur Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, pada Ahad (23/7) malam

Buton Tengah, Sultra (ANTARA) - Salah seorang penumpang perahu tempel (katinting-red) yang selamat saat tenggelam di Mawasangka Timur Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, Muhammad Aruf sempat berenang bersama sepupunya untuk menyelamatkan diri dari musibah kapal yang menewaskan 15 orang penumpangnya.

"Saat kejadian tersebut, saya menggandeng sepupu saya berenang sejauh 100 meter untuk menuju ke daratan dan Alhamdulillah kami bisa selamat," kata Arif di Mawasangka Timur Kabupaten Buton Tengah, Selasa.

Ia menjelaskan saat kejadian itu kebetulan dirinya berdiri paling depan kapal tersebut kemudian meloncat jauh dari kapal yang akan tenggelam.

Usai melompat, dirinya mendengar sepupunya yang masih duduk di bangku SMP itu memanggil dirinya bahwa yang bersangkutan tidak bisa berenang.

Mendengar itu, ia langsung berenang ke arah suara dan menolong sepupunya tersebut. "Jangan kau pegang badanku, tetapi saya saja yang pegang bajumu karena kalau kamu pegang badanku, sama-sama kita akan tenggelam," cerita Arif.

Dia menuturkan ketika perahu tempel itu mulai miring dan air laut mulai masuk ke perahu, penumpang yang ada di dalamnya (40 orang lebih) mulai panik dan semuanya berdiri untuk menyelamatkan diri kemudian perahu itu terbalik.

Ketika ditanya kejadian yang menelan korban cukup banyak tersebut, ia mengaku tidak tahu persis. Tetapi saat itu dirinya punya firasat kalau perahu akan tenggelam karena air laut sudah masuk ke dalam perahu dan posisi perahu sudah miring.

"Ada banyak faktor, mungkin tertimpa perahu yang tenggelam. Mau lompat ke mana karena posisi perahu katinting itu langsung terbalik," katanya.

Muhammad Arif kehilangan enam sanak familinya yang meninggal dalam musibah perahu tenggelam di Teluk Liana Bangai Kecamatan Mawasangka Timur Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, pada Ahad (23/7) malam.

Sementara itu Kepala Desa Lagili Kecamatan Mawasangka Timur Kabupaten Buton Tengah, Tamsir, mengatakan dirinya sangat berduka dan sedih yang sangat mendalam dengan kejadian tersebut. Ini menjadi pukulan dan pelajaran agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.

"Kami akan secepatnya kumpulkan para pelaku ojek laut penyeberangan untuk diberikan edukasi soal keselamatan penyeberangan supaya kejadian ini tidak terulang lagi," katanya.

Sebenarnya. lanjut dia, daya tampung ojek perahu (katinting) idealnya ditumpangi 14-15 orang tetapi pada saat kejadian peristiwa itu diisi 40 lebih orang penumpang.

Makanya, katanya, saat mengumpulkan para pelaku ojek perahu ini akan ditegakkan aturannya soal jumlah penumpang ojek perahu harus berapa supaya masyarakat pengguna jasa ojek perahu bisa lebih nyaman dan keselamatan yang paling utama.

"Ini kejadian pertama karena sebelumnya musibah yang terjadi di sini hanya perahu mati mesin atau kehabisan bahan bakar saja," katanya.

Ia menambahkan jarak tempuh penyebarangan laut itu dari Mawasangka Timur ke Mawasangka Tengah hanya 1 kilometer dan bisa ditempuh dengan ojek laut sekitar 10 menit.

Menurut dia, ada jalan darat dari Mawasangka Timur ke Mawasangka Tengah tetapi jarak tempuhnya lebih jauh dan lebih lama. "Kalau harus memutar dengan kecepatan 60 kilometer per jam memerlukan waktu satu jam lebih," katanya.

Ia berharap supaya ke depannya dibuatkan jembatan penyeberangan dari Mawasangka Timur ke Mawasangka Tengah.

"Kami berharap ada jembatan penyeberangan di sini," demikian Tamsir.

Baca juga: 15 orang tewas dan 33 selamat dalam kecelakaan kapal di Buton Tengah

Baca juga: Kapal tenggelam di Buton Tengah tidak terjamin Jasa Raharja

Baca juga: Kapal penyeberangan di Buton Tengah tenggelam, 15 orang meninggal

Baca juga: KM Uki Raya tabrak karang di Baruta Buton Tengah

Pewarta: Hernawan Wahyudono dan Suwarjono
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023