Sejak semester II 2022 tren harga batu bara mengalami penurunan yang tajam, sementara di sisi lain biaya operasional semakin meningkat
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai aturan kewajiban penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2023 akan menambah beban eksportir batu bara.
"Aturan tersebut tentu akan menyulitkan eksportir dalam mengelola arus kas, terlebih margin yang didapatkan oleh para eksportir tidak mencapai 30 persen maka dengan demikian modal kerja yang sudah dikeluarkan eksportir pun akan tertahan di tengah tren penurunan harga serta semakin meningkatnya beban biaya operasional," kata Ketua Umum APBI Pandu Sjahrir dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan dalam regulasi yang menggantikan PP No 1 Tahun 2019 itu terdapat kebijakan yang mengatur kewajiban penempatan minimal 30 persen dari DHE sumber daya alam (SDA) ke sistem keuangan Indonesia selama paling kurang tiga bulan.
Pandu menjelaskan bahwa sejak semester II 2022 tren harga batu bara mengalami penurunan yang tajam, sementara di sisi lain biaya operasional semakin meningkat.
Biaya operasional penambang batu bara di 2023 diperkirakan meningkat rata-rata 20-25 persen akibat kenaikan biaya bahan bakar, stripping ratio yang semakin besar, sehingga biaya penambangan semakin tinggi, pengaruh inflasi dan faktor lain.
Kenaikan beban biaya penambang juga semakin berat dengan telah dinaikkannya tarif royalti.
Tarif royalti pemegang izin usaha pertambangan (IUP) naik dari rentang tarif 3-7 persen menjadi 5-13 persen yang diatur dalam PP No 26 Tahun 2022 yang berlaku Agustus 2022.
Sementara, bagi pemegang IUPK kelanjutan operasi produksi (eks PKP2B), tarif royalti tertinggi mencapai 28 persen yang diatur dalam PP No 15 Tahun 2022.
Selain itu, perusahaan eksportir batu bara juga tidak dapat memaksimalkan keuntungan dari kenaikan harga komoditas dalam dua tahun terakhir ini akibat masih lebarnya disparitas antara harga batu bara acuan (HBA) dengan harga jual aktual.
Sejak awal 2022 sampai saat ini, lebarnya gap antara HBA dan harga jual aktual menyebabkan perusahaan membayar kewajiban pembayaran royalti menjadi jauh lebih besar.
Dengan beban semakin tinggi sementara tren harga terus turun maka profit margin semakin tergerus jauh di bawah 30 persen, sehingga berpengaruh terhadap modal usaha.
Hal ini menambah beban eksportir yang dituntut untuk melakukan dekarbonisasi di era transisi energi, sementara pendanaan (funding) untuk proyek-proyek berbasis batu bara semakin sulit.
APBI sebagai mitra pemerintah mendukung penguatan cadangan valuta asing nasional. Perusahaan-perusahaan anggota juga telah berupaya mengikuti aturan di dalam PP No 1 Tahun 2019.
"Namun, kami melihat penerbitan PP 36/2023 yang mengatur kewajiban penempatan DHE SDA akan menambah beban perusahaan di tengah tren penurunan harga serta semakin meningkatnya beban biaya operasional. Hal ini akan menyulitkan perusahaan dalam mengatur arus kas untuk berbagai kebutuhan mendesak, termasuk pembayaran ke kontraktor serta para vendor lainnya," lanjut Pandu.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka APBI meminta agar pemerintah dapat membuka ruang untuk konsultasi atau diskusi dengan pelaku usaha membahas peraturan pelaksanaan dari PP 36/2023 tersebut agar kewajiban penempatan DHE SDA dapat berlangsung dengan baik dengan tetap menjaga keberlangsungan kegiatan usaha eksportir SDA termasuk eksportir batu bara yang selama ini menjadi kontributor penting bagi perekonomian nasional.
Baca juga: Asosiasi harap kelangkaan ban alat berat pertambangan segera teratasi
Baca juga: Pemerintah wajibkan eksportir simpan DHE SDA tiga bulan di domestik
Baca juga: Kebijakan DHE dapat dioptimalkan untuk pembangunan ekonomi
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023