Paris (ANTARA News) - Prancis mengirim 350 prajurit tambahan ke Republik Afrika Tengah, yang ibu kotanya, Bangui, telah jatuh ke tangan pemberontak, kata seorang pejabat senior, Minggu.
Pengiriman pasukan tambahan itu dimaksudkan untuk menjamin keselamatan warga negara Prancis dan orang-orang asing lain di negara Afrika tersebut, lapor AFP.
Rombongan pertama 200 prajurit tiba di Bangui pada Sabtu dan 150 orang lagi dikirim Minggu dari Libreville, ibu kota Gabon, kata sumber itu.
Prancis kini memiliki hampir 600 prajurit di Republik Afrika Tengah, negara bekas koloninya yang sedang dilanda perang.
Presiden Francois Hollande telah menyatakan bahwa pasukan Prancis tidak akan ikut campur dalam urusan internal negara itu.
Para perwira militer Prancis bertindak sebagai penasihat untuk militer Republik Afrika Tengah, dan Paris pada masa silam membantu mendukung atau menggulingkan pemerintah di negara tersebut.
Namun, Prancis, yang memiliki pakta pertahanan resmi dengan Republik Afrika Tengah sejak 1960, semakin enggan terlibat langsung dalam konflik-konflik di negara bekas jajahannya itu.
Minggu, pemberontak menguasai Bangui dan Presiden Francois Bozize dikabarkan melarikan diri dari ibu kota Republik Afrika Tengah tersebut.
Pemberontak Republik Afrika Tengah memulai lagi pertempuran setelah batas waktu yang diberikan kepada pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka sesuai dengan perjanjian perdamaian berakhir.
Pemberontak Seleka menyatakan tidak akan menarik pasukan kecuali jika pemerintah membebaskan tahanan-tahanan politik dan pasukan Afrika Selatan meninggalkan negara itu.
Seleka, yang berarti "aliansi", menandatangani sebuah pakta perdamaian pada 11 Januari dengan pemerintah Presiden Francois Bozize di ibu kota Gabon, Libreville.
Perjanjian yang ditengahi oleh para pemimpin regional itu menetapkan pemerintah baru persatuan nasional, yang telah dibentuk dan kini dipimpin oleh seorang anggota oposisi, Nicolas Tiangaye, dan mencakup anggota-anggota Seleka.
Perjanjian itu mengakhiri ofensif sebulan Seleka yang dengan cepat menguasai wilayah utara dan berhenti antara lain berkat intervensi militer Chad sebelum pemberontak itu menyerbu Bangui, ibu kota Republik Afrika Tengah.
Seleka, sebuah aliansi dari tiga kelompok bersenjata, memulai aksi bersenjata mereka pada 10 Desember dan telah menguasai sejumlah kota penting di Republik Afrika Tengah. Mereka menuduh Presiden Francois Bozize tidak menghormati sebuah perjanjian 2007 yang menetapkan bahwa anggota-anggota yang meletakkan senjata mereka akan dibayar. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013